![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQWDojl2moxu07Ozsa7igjN1HwY8NFKMrUWlV6dDobPkxvBYcES2fStC____SWEX2CNEQWa1uwenry3lParTtCP_bkL212eodAU7xZLL153jZs5VbficwdeJoIRdSG-3LMISsz7pG2EERi/s1600/index5555.jpeg)
Maaf maksud saya
pembaca yang budiman, sekali lagi melihat tayangan televisi awal desember ini
tentunya banyak dari Anda yang tertarik terutama kaitan dengan perayaan 1
Desember sebagai hari Aids sedunia.
Pada tanggal
tersebut kita diingatkan kembali dengan sebuah ancaman virus yang sangat
mematikan yang belakangan disebut dengan virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus,
sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
Sebelum kita membahas judul ada baiknya kita melihat sejarah virus ini
terlebih dahulu, berdasarkan hasil browsing penulis maka, virus ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada Tahun 1981, ketika itu untuk pertama kalinya oleh Centers for Disease Control and
Prevention dilaporkan bahwa ditemukannya suatu peristiwa yang tidak dapat
dijelaskan sebelumnya dimana ditemukan penyakit Pneumocystis Carinii Pneumonia
(infeksi paru-paru yang mematikan) yang mengenai 5 orang homosexual di Los
Angeles, kemudian berlanjut ditemukannnya ’penyakit’ Sarkoma Kaposi yang
menyerang sejumlah 26 orang homosexsual di New York dan Los Angeles. Beberapa
bulan kemudian penyakit tersebut ditemukan pada pengguna narkoba suntik, segera
hal itu juga menimpa para penerima transfusi darah. (http://rockypanjaitan.blogspot.com/2010/11/sejarah-dan-asal-usul-hiv-aids.html)
Sebutan Aids
sendiri adalah singkatan dari Aquirud Immunodifisisensi Syndrom yakni sebuah
kondisi penderita dimana seluruh sistem kekebalan tubuhnya hilang sama sekali,
sehingga akan sangat rentan terhadap penyakit apapun.
Di Indonesia sendiri virus ini pertama kali ditemukan pada Tahun 1987 di Bali, dan perkembangannya hingga saat ini cukup meperihatinkan berdasarkan data kementerian Kesehatan RI jumlah penderita HIV hingga Bulan Juni 2013 tercatat 108.600 orang dengan HIV Positif, 43.667 dalam kondisi Aids sementara kematian akibat virus ini tercatat sebanyak 8340 kasus.
Di Indonesia sendiri virus ini pertama kali ditemukan pada Tahun 1987 di Bali, dan perkembangannya hingga saat ini cukup meperihatinkan berdasarkan data kementerian Kesehatan RI jumlah penderita HIV hingga Bulan Juni 2013 tercatat 108.600 orang dengan HIV Positif, 43.667 dalam kondisi Aids sementara kematian akibat virus ini tercatat sebanyak 8340 kasus.
Berkenaan dengan
hari Aids setiap tanggal 1 Desember segarutnya, eh gak enak. Sebandungnya. Gak
enak juga. Ya udah, seyogyanya diperingati bangsa Indonesia setiap tahunnya.
Akan tetapi ada hal yang menarik perhatian pada momen peringatan Hari Aids
Nasional Tahun ini yakni pelaksanaan Pekan Kondom Nasional dengan bentuk pembagian
Cuma-Cuma salah satu alat kontrasepsi tersebut kepada mahasiswa dan pelajar di
Indonesia.
Judulnya saja
sangat menarik perhatian terutama bagi kaum timur seperti Indonesia, alat
kontrasepsi seperti kondom memang masih sesuatu yang tabu untuk kita bicarakan
di muka umum terlebih lagi pembagian kondom
secara percuma kepada mahasiswa dan pelajar yang dinilai tidak rawan terhadap
penyebaran Aids.
Tak ayal berbagai
kalangan mengecam kegiatan ini, sejumlah tokoh nasional bahkan mengharamkan
kegiatan ini dilaksanakan.
Seperti biasa
penulis yang udah mulai hobi corat-coretpun pengen ikut nimbrung menyampaikan
pandangannya. Boleh?
Bolehlah blognya
sendiri ini!
Berbeda dengan
tokoh nasional maupun tokoh lain yang mengecam habis-habisan kegiatan ini, bagi
saya kegiatan ini adalah merupakan langkah nyata seorang yang sangat peduli
dengan kesehatan dan keselamatan bangsa. Perkara tindakannya merupakan sesuatu
yang kurang baik dari pandangan budaya dan norma tentunya itu adalah suatu
kesalahan yang bisa kita perbaiki bersama.
Penggagas kegiatan
ini saya pandang sebagai seorang yang realistis, mereka sadar betul bahwa
kondisi mahasiswa dan pelajar bangsa yang katanya penerus masa depan bangsa ini
telah secara nyata-nyata terjerumus ke dalam praktek-praktek pergaulan bebas
ala orang barat sono. Yang pada akhirnya menyebabkan mereka rentan terhadap
penyebaran HIV.
Jadi realistis
adalah pandangan para penggagas kegiatan “pekan kondom nasional” dalam
melaksanakan kegiatan tersebut.
Karena pandangan
realistis tersebutlah maka pembagian kondom gratis adalah solusi cepat dalam
penanggulangan penyebaran virus ini. Jika Anda berbicara tentang pembagian
kondom di kalangan pekerja sex, saya kira tidak perlu diperdebatkan hal itu
selalu dilakukan oleh para aktivis penanggulangan Aids.
Tapi di kalangan
mahasiswa dan pelajar hal ini belum pernah dilakukan, nah ini adalah upaya
nyata dari rekan-rekan saya yang memfokuskan perhatian mereka terhadap
penanganan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Tapi jangan salah
tafsir dulu bro! Bukan berarti saya setuju kegiatan ini, kalo boleh lebay, saya
adalah orang yang paling tidak setuju se alam dunia dengan kegiatan ini. Saya
hanya ingin mencoba menempatkan diri dari kacamata pengagas kegiatan. Sebelum kita menghujat habis-habisan penggagas
kegiatan tentunya sangat bijak jika kita mencoba menempatkan diri dengan posisi
mereka.
Saya sebagai
kasubbid ketahanan bangsa dan banyak bergaul dengan ormas yang salah satunya
memfokuskan perhatian mereka terhadap penanganan AIDS, saya tahu betul sepak
terjang mereka dalam mencoba memecahkan persoalan ini.
Jadi upaya
menyentuh kalangan mahasiwa dan pelajar melalui pekan kondom nasional memang
bisa dilakukan, tapi mbok ya dipikirkan lagi!
Di sisi lain saya juga
memandang hal ini sebagai sebuah bentuk sindiran kepada pemerintah, ulama serta
seluruh masyarakat Indonesia. Meskipun saya gak begitu yakin mereka berniat
melaksanakan kegiatan ini untuk menyindir, akan tetapi saya pribadi memandang kegiatan
ini sebagai sindiran bagi seluruh elemen masyarakat.
Pikiran saya
melayang, teringat beberapa waktu lalu tersebar sebuah video “mesum” pasangan
muda-mudi belia yang masih “bau kencur” melakukan sebuah adegan mirip free sex
di dalam sebuah ruangan kelas dengan ditonton oleh teman-temannya. Semakin miris
lagi video itu mereka sebarkan kepada sesama teman seakan budaya malu sudah
tercerabut dari dalam jiwa mereka.
Bayangin bro, anak
SMP!!!
Terlepas dari
asumsi negatif terhadap kegiatan Pekan Kondom Nasional yang sayapun sependapat
dengan para tokoh masyarakat lainnya. Tapi ada hal lain yang sangat saya
khawatirkan yakni telah begitu hancurnya moral anak muda kita. Itu yang paling
penting!!!
Bung Karno pernah berkata”berikan
Aku sepuluh pemuda akan kuubah dunia”. Arti pemuda maupun pemudi bagi sebuah
bangsa adalah layaknya Air bagi tubuh
kita, seperti matahari bagi bumi dan bagaikan romeo bagi juliet. Hehe. Tanpa
mereka maka bangsa ini perlahan tapi pasti akan menuju ke jurang kehancuran.
Saat ini kita tak
lagi menghadapi ancaman agresi fisik bangsa lain, gak pula kita menghadapi
perang terbuka dengan negara penjajah. Perang di depan mata kita adalah perang
budaya. Jika kita ingin menjadi pemenang maka kita harus memperkuat budaya
bangsa. Kehilangan budaya berarti kehilangan jati diri dan kehilangan jati diri
berarti terombang-ambing, dan terombang ambing berarti mati terbentur
kesana-sini. Hehe
So jelas memang
Pekan Kondom Nasional saya kira bukan sebuah penyelesaian masalah yang arif,
karena justru akan memicu permasalahan lain. Dengan membagikan kondom gratis
kepada kalangan yang seharusnya dijauhkan dari sumber masalah justru akan
mengajarkan mereka mendekati sumber masalah. Data menunjukkan bahwa penyebaran
HIV tertinggi adalah melalui hubungan sex bukan dengan pasangan sah, atau
gonta-ganti pasangan.
Dengan membagikan
kondom terutama ke kalangan pelajar yang belum memiliki pasangan sah, maka kita
mengajak mereka mendekati sumber masalah. Hanya dengan memutus sumber masalahlah
maka masalah Aids akan dapat terpecahkan. Dengan menanamkan budaya agama dan ketimuranlah
kita akan mengajak mereka menjauhi pergaulan bebas dan hedonisme yang nota bene
sumber permasalahan utama.
Kepada seluruh
elemen bangsa, hendaknya kita ambil hikmahnya bahwa dengan pekan kondom
nasional kita diingatkan untuk melihat kondisi generasi muda kita. Jika selama
ini kita apriori atau kura-kura dalam perahu terhadap kondisi anak kita, maka
mari kita menata kembali bangunan budaya anak kita yang telah sedikit porak
poranda.
Porak poranda ko dikit?
No comments:
Post a Comment