Ok sob setelah beberapa artikel
saya yang melulu membahas isu aktual yang berkembang dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, maka kali ini saya akan membahas tentang asal muasal keberadaan
negara. sebagai seorang pegawai negeri maka sesuangguhnya adalah sebuah
keharusan mengenal dari mana datangnya sebuah negara.
Tanpa memperpanjang kalimat
pembuka, karena saya yakin yang Anda harapkan bukanlah kalimat pembuka yang
sensaional ataupun bingkai kata yang menarik sebagai pembukaan dari sebuah inti
yang hambar. Intinyalah yang Anda harapkan bukan?
Baiklah mari kita buka cakrawala
berfikir kita atau paling tidak bagi Anda Sarjana, Magister bahkan Doktor
Administrasi negara sekedar mengingatkan beberapa pelajaran yang dulu pernah
Anda terima di bangku kuliahan.
Tentang “asbabunnujul”atau asal muasal sebuah Negara
Teori tentang asal mula negara
yang paling kuno dapat kita temukan dalam karya-karya filSuf terkena l Yunani Aristoteles seperti politics dan The Athenian Constitution. Dalam karya-karyanya tersebut
Aristoteles mengungkapkan bahwa negara hadir karena watak politik manusia
sehingga keberadaan negara diperlukan untuk mengaktualisasikan watak tersebut
(Suhelmi, 2004:44)
Lebih lanjut Aristoteles mengatakan
bahwa formasi negara terjadi dalam persekutuan hidup sesuai kodratnya. Negara terjadi karena
manusia saling membutuhkan. Kebutuhan hidup manusia tidak akan terpenuhi secara
sempurna apabila manusia tidak salang membutuhkan. (Suhelmi, 2004:45)
Melihat pendapat sang filsup
terkenal yunani tersebut maka dapat disimpulkan bahwa negara ada karena
kebutuhan manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Ketergantungan
manusia terhadap manusia lainnya membuat keberadaan negara yang berhak mengatur
proses komunikasi tersebut menjadi tidak terelakan.
Pendapat tersebut kemudian
berkembang sedemikian rupa dan diamini oleh para filsuf generasi selanjutnya
semisal Thomas Aquinos.
Selain berkenaan dengan asal-usul
negara Aristotelespun berpendapat bahwa negara layaknya organisme yang akan lahir,
tumbuh dan berkembang kemudian mati atau hancur. (Suhelmi, 2004:44)
Teori lain berkenaan dengan asal
muasal negara dapat kita temukan dalam pemikiran filsuf kristiani Santo
Agustinus yang berpendapat bahwa negara yang saat ini ada terbagi menjadi dua
jenis yakni negara Allah (Tuhan) dan Negara Duniawi(Iblis).
Agustinus berpandangan bahwa
Negara Tuhan didasarkan pada cinta kasih Tuhan sementara negara duniawi
didasarkan pada cinta diri (self love)
bukan cinta kasih Tuhan. Agustinus menulis bahwa negara Allah itu telah
dibentuk sebelum manusia ada. Bahkan negara itu telah ada sebelum alam semesta
diciptakan tuhan dan negara duniawi mulai terbentuk ketika para malikat
penyelewengan dan durhaka terhadap tuhan yakni ketika Adam diturunkan tuhan ke
bumi.
Dalam penjelasan selanjutnya
gagasan Agustinus tentang negara Tuhan dan Negara Duniawi memberikan gambaran
kongkrit tentang arti keberadaan sebuah negara, yakni bahwa negara yang
melasanakan tugasnya berdasarkan cinta kasih Tuhan, memberikan perdamaian dan
kesejahteraan sebagai sebuah bentuk negara tuhan, sementara itu negara yang
berdasarkan atas kekuasaan semata dan memperbudak rakyatnya adalah tergolong
pada bentuk negara duniawi.
Teori Kontrak Sosial
Setidaknya terdapat tiga pemikir
atau filsuf yang mengungkapkan gagasan tentang teori kontrak sosial ini, yakni
Hobbes,John Locke dan terakhir JJ Rouseu. Ketiga pemikir tersebut mengungkapkan
tentang keberadaan manusia sebelum berdirinya sebuah negara (state of nature). Gambaran tentang
kondisi ini dijelaskan ketiganya sebagai sebuah kondisi maha bebas bagi
manusia, dimana manusia bebas melakukan apapun sesuai insting naluriahnya.
Adapun perbedaan pendapat dari
ketiga pemikir ini adalah gambaran tentang insting naluriah manusia itu
sendiri. Jika Hobbes menggambarkan insting manusia sebagai mahluk yang selalu
berkompetisi dan berkeinginan memiliki hak-hak istimewa atas manusia lainnya,
Locke dan rouseau berpendapat bahwa insting manusia senantiasa bersikap
rasional dan menghindari pertentangan dengan manusia lainnya.
Konsep kontrak sosial Hobbes
kemudian berkembang menjadi konsep negara Monarki Absolut karena penekanannya
terhadap kekuasaan negara yang mutlak setelah mendapatkan “mandat”dari rakyat
dalam perjanjian sosial yang dilakukan rakyat saat pembentukannya. Hobbes
berpendapat bahwa perjanjian sosial yang dilakukan dilaksanakan antara individu
masyarakat bukan antara masyarakat dengan negara ((Suhelmi, 2004:176). Oleh
karena itu hobbes berpandangan bahwa negara berada di atas rakyatnya dan bebas
melakukan apa saja terhadap rakyatnya. Pertanggungjawaban negara terhadap
rakyat tidak deperlukan karena negara telah mendapatkan kewenangan sepenuhnya
dari individu rakyat.
Hobbespun menekankan tentang
keharusan pemegang kekuasaan diletakan pada satu pusat kekuasaan (Monarki)
meskipun begitu ia tidak menyangkal bahwa kekuasaan mutlak dapat menimbulkan despotis
atau kesewenangan akan tetapi ia menganggap hal tersebut lebih baik ketimbang
terjadinya anarki akibat terbelahnya kekuasaan negara (Suhelmi, 2004:177).
Konsep Kontrak sosial John Locke
kemudian berkembang menjadi konsep negara demokratis dan liberal karena
penekanannya terhadap kebebasan, demokrasi, pembatasan kekuasaan negara dan
toleransi agama. Tak mengejutkan jika Locke mempunyai posisi tersendiri di
kalangan tokoh-tokoh revolusi francis dan bapak-bapak pendiri Amerika Serikat.
Gagasan Rousseau sendiri memang
sulit untuk diklasifikasikan ke dalam bentuk negara yang saat ini ada di dunia,
pemikirannya yang menjangkau spektrum intelektual yang luas dan variatif
menyebabkan pengaruhnya begitu diterima oleh berbagai tokoh-tokoh sesudahnya.
Kritiknya terhadap perkembangan teknologi di masa renaissance mengisyarakat bahwa ia bukanlah seorang rasionalis
sejati pemikirannya tidak dapat diklasifikasikan sebagai seorang liberalis.
Meskipun begitu kebebasan tetap menjadi sebuah perhatian khusus baginya oleh
karena itu iapun tidak dapat dikategorikan sebagai otoriterian.
Negara sebagai “Roh Absolut”
(Great spirit)
Gagasan tentang negara sebagai
“derap langkah Tuhan” ini dikemukakan seorang filsuf barat bernama Hegel.
Mengikuti dialektika Hegel negara merupakan suatu tahap perkembangan ide mutlak
. perkembangan ini ditandai proses gerak dialektis yang terjadi antara tesini
is-antitesis yang kemudian melahirkan sintesis. Dari sintesis ini kemudian
muncul lagi tesis-antitesis dan seterusnya. Proses dialektik ini baru berakhir
setelah tercapai ide mutlak.
Secara sederhana dapat kita
simpulkan bahwa negara berkembang sedemikian rupa berdasarkan kondisi jaman dan
terus berkembang menyesuaikan sehingga tercipta kondisi ideal yang diharapkan.
Itulah yang mungkin dimaksud sebagai derap langkah Tuhan di dunia menurut
Hegel.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
negara bukanlah alat melainkan tujuan, karena itu dalam logika Hegel bukan
negara yang harus mengabdi kepada rakyat melainkan sebaliknya (Suhelmi,
2004:259) logika berfikir Hegel adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan
masyarakat, maka masyarakat harus mengabdi kepada negara, karena negara adalah
tujuan rakyat.
Memang sedikit membingungkan, tetapi
saya dapat mengambil benang merah bahwa konsep negara Hegal yang bertumpu pada
filsafat agama, menekankan pada sifat negara sebagai perwakilan Tuhan bukan
Negara sebagai alat mengabdi kepada Tuhan. Sehingga jika kesimpulan saya
tersebut benar maka logika Hegel tentang perilaku rakyat yang wajib mengabdi
terhadap negara dapat diterima secara logis karena Tuhan di mata Hegel adalah
negara itu sendiri.
Demikian sahabat beberapa teori
kelahiran negara. tulisan ini adalah merupakan ringkasan dari Buku tulisan Drs.
Ahmad Suhelmi, MA berjudul Pemikiran Politik Barat(Kajian Sejarah Pekembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan), tentunya saya tulis ulang dan saya
analisa sebisa saya, adapun analisa saya tentunya masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu mohon maaf atas segala kekurangan. Yang benar adalah karena
Kehendak Allah SWT dan kesalahan adalah karena keterbatasan Saya.
No comments:
Post a Comment