Sahabat sebelum saya membahas
tentang pemikiran beberapa pilsuf Yunani tentang negara sebagaimana judul di
atas ada baiknya Saya menjelaskan maksud penulisan artikel Saya kali ini.
Sebagaimana sahabat pembaca maklumi bahwa perkembangan dunia saat ini, entah
karena digerakan atau secara alamiah sepertinya tergiring kedalam sebuah
monologi demokrasi sebagai sebuah kebenaran.
Pandangan masyarakat umum dewasa
ini terutama di negara kita tercinta Indonesia, Demokrasi dicap sebagai sebuah
sistem yang sepenuhnya benar yakni sebuah sistem yang akan mampu menyelesaikan
permasalahan bangsa.
Akan tetapi benarkah itu bahwa
Demokrasi akan menyelesaikan permasalahan Bangsa?
Saya kira saya sepakat bahwa
demokrasi adalah sistem paling manusiawi yang akan dapat diterima oleh semua
kalangan masyarakat.
Akan tetapi demokrasi sendiri
adalah sebuah ide, saya tekankan hanya sebuah ide bukanlah ayat suci atau kitab
yang diturunkan Tuhan, sehingga keberadaan demokrasi itu sendiri bukanlah
sebuah konsep baku yang dapat diterima dan dapat berlaku bagi seluruh kondisi
negara.
Inilah yang selama ini menjadi permasalahan, demokrasi sebagai sebuah ide tentunya tidak akan bisa diterapkan secara “murni” (meskipun istilah murni itu sesungguhnya tidak ada) atau sama antara suatu negara dengan negara lainnya. Indonesia sebagai sebuah negara timur dengan corak agama yang begitu kuat Saya kira tidak tepat jika kita mencoba menerapkan demokrasi ala barat yang cenderung sekuler. Pun dengan budaya dan tata kramanya yang luhur, kebebasan ala eropa tentunya tidak dapat serta merta diterima sebagai nilai-nilai kebebasan yang mutlak di bumi pertiwi ini.
Sebagai sebuah ide, demokrasi
yang saat ini mampu mengantarkan negara eropa dan amerika (barat) ke atas puncak
peradabannya adalah merupakan konsep yang disesuaikan dari demokrasi ala Athena
yang berkembang di Yunani Kuno sekitar abad ke V masehi. Budaya eropa yang
serba bebas memang memungkinkan untuk berkembangnya faham demokrasi tersebut.
Terus apakah Indonesia yang
bermartabat luhur akan serta merta menelan mentah-mentah konsep tersebut?
Inilah yang ingin saya sampaikan
sahabat, sebagai sebuah ide maka untuk dapat mengunyah dan menelan secara
perlahan konsep demokrasi haruslah ada penyesuaian dengan kondisi pertiwi yang
begitu agung. Untuk terciptanya hal tersebut perlu kiranya kita mengenal konsep
kenegaraan Bangsa Yunani Kuno sebagai cikal bakal demokrasi saat ini.
Anda setuju sahabat?
Jika setuju mari kita mulai.
Sahabat berbicara tentang negara
tentunya tidak “afdol” jika kita tidak mengupas pandangan pilsuf Yunani Kuno
terkenal Plato dan Aristoteles, hal ini dikarenakan keberadaan negara, sistem
dan struktur sosial negara yang berkembang di dunia saat ini lebih banyak
dipengaruhi oleh pandangan mereka berdua (Plato dan Aristoteles). Sejarah
menunjukkan bahwa faham-faham kenegaraan yang saat ini ada baik demokrasi
maupun sosialis lahir dari buah pemikiran kedua pilsuf terkenal tersebut.
Rasionalisme, kebebasan dan hak
milik individu sebagai nilai dasar demokrasi adalah nilai-nilai yang sejak dulu
dikemukakan oleh Socrates dan Aristoteles. Pun dengan kebersamaan dan
penghapusan hak individu sebagai nilai dasar dalam sosialisme modern adalah
merupakan sebagian gagasan yang dikemukakan oleh Plato pada sekitar abad ke V
silam.
Jadi diakui maupun tidak
peradaban yang saat ini hadir di depan mata kita semua adalah merupakan hasil
dari pengaruh beberapa peradaban terdahulu terutama peradaban Yunani Kuno
dengan para pemikirnya yang diantaranya adalah Plato dan Aristoteles.
1.
Pandangan Plato tentang Negara
Plato adalah salah seorang murid
setia Socrates, Karya-karya terkenal Plato diantaranya Dialogue (Dialog), Republic (Republik)
Statesman (Negarawan) dan Apologia (Pembelaan).
Sebagai seorang murid reputasi
Plato jauh melebih gurunya Socrates, hal ini disebabkan pemikiran-pemikiran
Socrates dituliskan pertama kali oleh Plato. Sebagai seorang pemikir Socrates
tidak terbiasa untuk menuliskan pemikirannya adalah Plato yang memulainya
setelah kematian sang guru.
Baik Plato maupun Aristoteles
adalah anak peradaban yunani, keduanya dibesarkan dalam peradaban Athena yang
telah runtuh oleh Sparta dalam perang Pelopponesis, Kekalahan Athena atas Sparta pada perang
tersebut memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran-pemikiran Plato tentang negara
dan warga negara serta hubungan diantara keduanya.
Bagaimana Pandangan Plato tentang
Negara ?
Plato
berpandangan bahwa kemunculan sebuah negara dikarenakan adanya hubungan timbal
balik dan rasa saling membutuhkan antara sesama manusia (zoon politicon). Perasaan saling membutuhkan tersebut menyebabkan
manusia membutuhkan aturan dan lembaga yang mengawasi terpenuhinya kebutuhan
tersebut.
Berkenaan
dengan Negara Ideal Plato Memandang bahwa sebuah negara ideal adalah negara
yang menganut prinsip kebajikan (virtue),
kebajikan sejalan dengan pandangan Socrates adalah sebuah istilah atau frase
terhadap pengetahuan, sehingga bagi plato kebajikan adalah ilmu pengetahuan.
Atas dasar inilah bagi Plato sebuah negara wajib memiliki lembaga pendidikan.
Terhadap Sistem
Pamerintahan Plato dikenal sebagai pribadi yang
anti terhadap demokrasi. hal ini dapat terlihat diantaranya dalam
pandangannya terhadap kebebasan dan hak kepemilikan individu. Bagi Plato hak
individu telah terbukti menimbulkan konfrontasi diantara warga negara Athena
saat itu. Hak milik individu telah meningkatkan kesenjangan dan indivdualisme
masyarakat yang berujung pada kerapuhan Athena terhadap serangan musuh-mushnya.
Berkenaan
dengan kebebasan, Plato melihatnya sebagai sebuah ancaman terhadap keberadaan
negara dan tujuannya. Selama periode demokrasi Plato melihat bagaimana atas
nama kebebasan sebuah demokrasi berubah menjadi negara tirani dan selanjutnya
menjadi negara oligarki. Oleh karena itulah baginya negara wajib mengontrol
segala perikehidupan warga negaranya.
Pandangan
tersebut adalah sebuah pemikiran yang bisa kita sebut sebagai sosialisme
primitif, bagi Plato setiap individu masyarakat tidak diperkenankan memiliki
hak atas sesuatu baik itu barang pribadi maupun keluarga. Seluruh warga negara
adalah milik negara.
Pandangan
tersebut sesungguhnya merupakan kritik sosial terhadap kondisi negara Athena
Pasca kekalahan dari Sparta. Menurutnya kekalahan Athena dari Sparta disebabkan
oleh kondisi internal Athena seiring berkembangnya demokrasi di negara
tersebut. Hak milik individu menyebabkan kesenjangan antara kaya-miskin,
bangsawan-rakyat jelata serta berperan besar terhadap terjadinya dekadensi
moral dan kedisiplinan masyarakatnya.
Sementara kebebasan menurutnya hanya akan membawa negara
ke dalam kehancuran. Kebebasan
sering kali dijadikan alasan terhadap segala tindakan kesewenangan penguasa
terhadap rakyatnya, kebebasan pulalah yang menyebabkan rakyat dapat dengan
mudah tergerak dalam konfrontasi karena merasa memiliki kebebasan melakukan
apapun.
Berdasarkan
beberapa pandangan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Negara ideal
menurut Plato adalah negara dengan sistem pemerintahan sosialis dengan
menggunakan prinsip-prinsip kebajikan di dalamnya.
Kenyataan
tersebut tentunya memberikan sudut pandang berbeda tentang keberadaan demokrasi
itu sendiri, peradaban yunani terutama Athena yang selama ini kita pikir
sebagai ibu dari demokrasi sesungguhnya terdapat kenyataan miris dalam
perjalanannya. Kekalahan dari Sparta dan kesenjangan sosial yang terjadi kala
itu adalah sesuatu yang saat ini kita kenal dengan “anomali demokrasi”.
Sebagai sebuah
ide seperti yang saya sampaikan sebelumnya terdapat sisi baik dan sisi buruk di
dalamnya. Kebebasan yang berlebihan dan sikap indvidualisme serta hedonisme
masyarakat adalah beberapa dampak negatif dari sebuah sistem demokrasi jika
kita tidak dapat menyikapinya secara arif.
Pemikiran Plato
sendiri adalah merupakan cikal bakal faham sosialisme dan komunisme yang saat
ini dianut oleh beberapa negara di dunia.
2.
Pemikiran Aristoteles tentang Negara
Sebagai sebuah
pemikir Aristoteles besar dan mendapatkan penggemblengan dari gurunya Plato.
Meskipun murid dari seorang Plato akan tetapi pemikiran-pemikiran Aristoteles
sangat berbeda dengan dasar-dasar pemikiran Plato.
Aristoreles
adalah seorang pemikir yang meletakkan dasar dari terbentuknya metodologi
filsafat yang kemudian berkembang menjadi metodologi ilmu pengetahuan.
Pendekatan filsafat yang diusungnya adalah dengan metode induktif yakni
bertitik tolak dari fakta-fakta nyata atau empiris, oleh karena itulah
Aristoteles dikenal sebagai pemikir politik empiris-realis.
Diantara
karya-karyanya yang monumental adalah politics.
The Athenian Constitution. Dalam karyanya tersebut Aristoteles membahas tentang
dasar-dasar tata negara mulai dari asal mula negara, negara ideal, warga negara
ideal, pembagian kekuasaan, keadilan dan kedaulatan, penguasa idealcatatan
penelitian tentang konstitusi, sumber-sumber perubahan konstitusi dan analisa
terhadap instabilitas negara, revolusi kaum miskin dan uraian tentang cara-cara
memelihara stabilitas negara.
Asal usul
negara menurut Aristoteles tidak terlepas dari watak politik manusia (zoon politicon), negara dibutuhkan
sebagai sarana aktualisasi watak berpolitik manusia. Negara dalam pandangan pilsuf ini dianalogikan
sebagai sebuah organisme yang akan lahir, tumbuh berkembang dan mati atau
hancur. Komponen-komponen negara adalah desa-desa yang terdiri dari
keluarga-keluarga dan negara sebagai unit persekutuan tertinggi.
Tujuan negara
adalah untuk mensejahterakan rakyatnya bukan individu-individu tertentu,
sehingga menurutnya Negara yang baik adalah negara yang dapat mewujudkan tujuan
dan cita-citanya, sementara negara yang
buruk adalah negara yang tidak dapat mewujudkan tujuan dan cita-cita.
Lebih lanjut
Aristoteles membagi bentuk negara kedalam tiga bentuk yakni pertama Monarki yaitu sebuah bentuk
negara dimana kekuasaan tertumpu pada satu orang sebagai pemegang kekuasaan
penuh. Bentuk penyimpangan dari Monarki adalah tirani dimana kekuasaan
dijalankan oleh seorang untuk kepentingan pribadi bukan masyarakatnya.
Kedua adalah bentuk negara aristokrasi
yakni bentuk negara dengan kekuasaan yang terletak di tangan beberapa
orang dengan tujuan baik demi kepentingan umum, bentuk penyimpangan dari
aristokrasi adalah oligarkhi yakni negara yang dikuasai oleh segelintir orang
dengan tujuan kesejahteraan dan kebaikan kelompoknya bukan masyarakat umum.
Ketiga adalah bentuk negara politea
dimana kekuasaan dan kedaulatan berada di tangan rakyat, pemerintahan
dilaksanakan oleh lembaga yang diberikan mandat oleh rakyat. Tujuan bentuk
negara ini adalah demi kepentingan semua masyarakat. Bentuk penyimpangan dari
bentuk negara ini adalah demokrasi dimana negara dipegang oleh banyak orang
(miskin, kurang terdidik) dan bertujuan demi kepentingan mereka.
Dalam kacamata
Aristoteles demokrasi adalah penyimpangan terhadap kedaulatan rakyat, hal ini
terjadi karena semua orang merasa memiliki kedaulatan mengatur negara, terlebih
jika kondisi masyarakat tersebut miskin dan terbelakang kondisi tersebut hanya
akan menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas negara dan pemerintah.
Diantara ketiga
bentuk negara tersebut secara realistis Aristoteles menyadari bahwa bentuk
negara yang mungkin terwujud adalah demokrasi atau politea (polis). Meskipun
begitu filsuf Yunani Kuno ini tidak melihatnya sebagai sebuah bentuk negara
yang ideal. Bentuk Negara ideal bagi Aristoteles adalah Monarkhi yang dipimpin
oleh seorang filsuf arif dan bijaksana. Pandangan politea atau demokrasi
sebagai bentuk negara yang mungkin terwujud adalah merupakan pandangan
realistis semata bukan pandangan idealisme.
Berdasarkan
pandangan Aristoteles tentang bentuk negara tersebut semoga sahabat mendapat
perubahan cara pandang terhadap keberadaan demokrasi dewasa ini terutama di
negeri tercinta Indonesia.
Pandangan
demokrasi ala barat sebagai kiblat kita selama ini tentunya harus sedikit kita
rubah, bahkan jika kita melihat istilah demokrasi yang dikemukakan oleh Aristoteles
terlihat konotasi negatif di dalamnya. Demokrasi dalam istilah dia adalah
sebuah penyimpangan dari konsep Politea (polis) dimana kedaulatan rakyat
dijalankan oleh orang banyak yang tidak terdidik dan miskin sehingga kekuasaan
rakyat dijalankan hanya untuk kepentingan mereka.
Tentunya
istilah demokrasi saat ini tidak sama dengan istilah demokrasi menurut
Aristoteles, demokrasi yang kita kenal saat ini adalah bentuk negara yang
berdasarkan kedaulatan rakyat dengan bertujuan mewujudkan kesejahteraan bersama
(berbeda dengan definisi Aristoteles). Akan tetapi pandangan tentang kondisi
rakyat dalam sebuah negara demokrasi tersebut tidak bisa tidak, sangat relevan
dengan pandangan Aristoteles, hal ini akan menentukan apakah demokrasi akan
menuju kepada pencapaian tujuan bersama (politea) atau justru hanya untuk
kepentingan segelintir orang.
Daftar Pustaka
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat, Gramedia Pustaka Utama. 2004
No comments:
Post a Comment