Sahabat pembaca sebelumnya Saya
ingin menyampaikan permohonan maaf karena Saya tidak bisa memenuhi janji Saya
untuk keep update
postingan Saya selama masa “karantina” (kayak talent show aja) di program 300
doktor Provinsi Jawa Barat. Sayapun tidak bisa senantiasa membagi ilmu yang Saya
dapatkan selama masa itu. Alasannya (maklum kita orang Indonesia kalo orang minta maaf perlu menyampaikan
alasan) si IELTS telah merenggut kebersamaan Saya dengan Sahabat. Tidak setiap
waktu dan tempat yang Saya miliki yang tidak Ia jamahi, bahkan saat di ruangan
1x2 meter yang bertuliskan “WC”pun IELTS selalu mengganggu pikiran Saya. Jadi maaf
ya sob!
Jadi semoga sahabat mau memaafkan
Saya, lagian ini khan bulan puasa bulan penuh magfiroh sehingga sudah
semestinya sobat memaafkan Saya. Sebagai gantinya akan Saya tulis sebisa-bisa
Saya tentang apa yang telah saya lalui selama ini. Tujuannya adalah semoga
memberikan manfaat bagi sahabat. Postingan pertama di bulan ramadhan ini adalah
postingan ini yang berjudul “60 Hari mengejar mimpi”. Adalah sebuah cerita
singkat tentang perjalanan Saya dan rekan-rekan program 300 doktor selama masa
pendidikan bahasa di sebuah tempat indah di Jl. Cimanuk Bandung. Semoga bermanfaat.
Yo mari kita mulai.
Sahabat kurang lebih 60 Hari yang
lalu tak secuilpun terbesit dalam benak Saya untuk meneruskan perkuliahan Saya
di negeri orang. Tidak Saya pungkiri bahwa itu adalah mimpi saat kecil Saya,
tapi Saya telah menguburnya rapat-rapat saat saya memutuskan diri untuk menjadi
seorang PNS. Adalah Program 300 doktor luar negeri dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat yang membangkitkannya.
Program yang terkesan utopis itu akhirnya memberikan bantuan pernapasan
bagi mimpi saya, untuk bangkit dan menyibak tanah padat yang selama ini
menguburnya hidup-hidup.
Ternyata memang layaknya
kemenangan besar Umat Islam di Masa Rosululloh dan ibarat perjalanan panjang
pahlawan bangsa mewujudkan kemerdekaan bangsa ini, mimpi Sayapun tidaklah mudah
untuk diwujudkan. Hanya mungkin musuh yang harus Saya hadapi tentunya bukan
bala tentara penjajah atau juga kepungan pasukan kafir quraisy. Musuh yang
harus Saya hadapi adalah Saya sendiri, kemampuan dan motivasi Saya dalam mengejar
keinginan itu.
Perjuangan Saya dimulai 2 bulan
yang lalu saat Saya bersama 36 orang rekan PNS seperjuangan dari seluruh
wilayah Provinsi Jawa Barat, memasuki kawah candradimuka tempat kami
meningkatkan kapasitas keilmuan kami terutama kemampuan berbahasa inggris di
tempat mungil nan indah bernama IEDUC.
IEDUC adalah sebuah tempat kursus
bahasa inggris yang terletak di Kota Kembang (the capital of West Java Province)
Bandung, tepatnya di Jl. Cimanuk nomor 32 A. Sebuah tempat mungil nan mulia
yang bertujuan membantu hamba-hamba Allah untuk mewujudkan mimpinya (berkuliah
ke negeri seberang) atau sekedar meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mereka.
Sahabat selanjutnya bagaimana
kami berjuang selama 60 hari di tempat indah itu. 60 hari yang terasa panjang
sekaligus singkat. Panjang karena kami harus memfokuskan pikiran kami dalam
peningkatan kemampuan bahasa inggris dan terasa sempit, karena hanya selama
itulah kami diberikan waktu untuk menggembleng diri kami sebelum menghadapi
medan pertempuran di Internasional IELTS test di ujung hari.
Tanpa bermaksud menggurui bagi
sahabat yang belum mengenal test IELTS saya sampaikan bahwa tes ini adalah tes
untuk mengukur kemampuan bahasa inggris kita. Tes ini terdiri dari dua tipe
yakni general purposses atau tujuan untuk umum dan academic purposses yakni tes
untuk tujuan akademik. Dan tes terakhir itulah yang akan kami lalui untuk dapat
berkuliah di luar negeri.
Sahabat kita kembali pada
perjalanan 60 hari kami.
Semuanya dimulai saat Badan
Kepegawaian dan Diklat Provinsi Jawa Barat meluncurkan program 300 PhD dan
mengundang seluruh PNS di wilayah Provinsi Jawa Barat. Program ini bukanlah
program beasiswa murni sebagaimana kebanyakan program pembinaan kepegawaian
yang lain. Program ini lebih mengedepankan fasilitasi dan motivasi bagi seluruh
sahabat yang hendak mengambil pendidikan di luar negeri melali peningkatan
kapasitas bahasa, budaya dan aksesibilitas universitas dan beasiswa yang
tersebar luas di seluruh penjuru dunia. Program ini sendiri telah berjalan
semenjak Tahun 2012 dan Tahun ini memasuki tahun ketiga.
Akhirnya setelah melalui seleksi
Saya bersama 35 orang rekan yang lain, lulus dan tergabung dalam program ini
sebagai angkatan ketiga. Perjalananpun dimulai, untuk meningkatkan kemampuan
bahasa inggris kami diarahkan untuk mengikuti kursus super intensif di IEDUC. Hari pertama Saya berangkat dengan
menggunakan sepeda motor mertua Saya yang alhamdulillah mendukung Saya
habis-habisan. Bahkan dukungan merekalah yang di kemudian hari sedikit membebani Saya untuk
mewujudkan mimpi ini. Hari pertama kami isi dengan melakukan tes diagnostic
untuk mengukur sejauh mana kemampuan bahasa inggris kami. Tak lama berselang
kamipun menerima hasil tes tersebut yang akhirnya membagi kami ke dalam tiga
kelas. Belakangan kelas tersebut mendapat julukan baru yakni kelas superlatif
bagi mereka yang dinilai memiliki kemampuan tertinggi dan dua kelas komparatif
bagi kami yang kemampuan bahasa inggrisnya sangat terbatas.
Hehe, Saya karena keterbatasan
bahasa, tergabung di kelas komparatif bersama sebelas rekan Saya yang lain.
Sebagai fasilitas penunjang yang lain BKD Propinsi menyediakan kediaman bagi
kami. Dua kediaman disediakan yaitu pertama di Jalan Batik Kumeli masih
berdekatan dengan wilayah Pusdai Bandung dan kedua di Jalan Sindang Galih
daerah Antapani dekat dengan eks rumah Ariel Peterpan sang vokalis idaman di
negeri ini.
Saya sendiri karena terlambat
bergabung akhirnya di tempatkan di rumah yang berada di Jl Sindang Galih
bersama 7 orang sahabat, yakni Senior Saya di IPDN Kang Iyus dari Kabupaten
Purwakarta, Pak Haji Asep Handara yang berasal dari kota yang sama dengan kang
Iyus, Bu Titis, Bu Diah dan Pak Dani ketiganya dari Sumedang serta Pak Tatang
dari Majalengka. Terakhir meskipun tidak selalu menginap di tempat itu drg.
Robert seorang berdarah batak dari Kota Pangandaran.
60 Hari kami berjuang tanpa
terasa hubungan kamipun semakin dekat, Bu Diah, Bu Titis dan Pak Dani ketiganya
memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang sangat baik tak heran mereka tergabung
dalam kelas superlatif. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan
mereka, Bu Diah dan Pak Dani adalah guru bahasa inggris sementara Bu Titis
menyelesaikan pendidikannya denga program kerjasama (double degree) di ITB dan Jepang. Sementara Pak Iyus, Pak Tatang
dan Saya berada dalam kelas yang sama. Pak Robert dan Pak Haji Asep mereka
tergabung di kelas yang lain.
Sedikit beruntung dibanding rekan
yang di Batik Kumeli, di Antapani kami memiliki Induk Semang sehingga kami
tidak mengalami kesulitan perkara kebutuhan makan, cukup mengumpulkan pungutan
perorang maka makananpun sudah tersedia di meja makan kami. Bagi Saya bergabung
dengan mereka dalam satu rumah adalah sebuah pengalaman berharga. Berkumpul dengan
berbagai latar belakang pendidikan menyebabkan berbagai pengetahuan memperkaya
pemikiran Saya. Bu Titis adalah tempat saya berbagi pengalaman tentang
kebiasaan dan karakter orang Jepang. Hal ini sangat menarik karena inilah fokus
perhatian Saya selama ini. Bagaimana orang Jepang yang secara geografis adalah
asia tapi memiliki karakter sedikit berbeda dengan kebanyakan manusia di Asia
lainnya. Bagaimana mereka begitu menjunjung tinggi kehormatan dan disiplin dan
bagaimana mereka bisa survive dari berbagai tragedi besar dalam sejarahnya. Membahas
semua itu Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam mendengar ocehan Bu Titis.
Perempuan lainnya di rumah itu
adalah Bu diah. Perempuan ini cukup cerewet bahkan mungkin peringkat kedua
tercerewet di angkatan kami setelah dr. Siska dari Bandung. Mungkin karena dia
adalah seorang guru yang kerapkali mengoceh di depan kelas. Ibu yang satu ini
paling senang jika diajak ngebantuin kami para “manusia bodoh” tentang bahasa
inggris. Saya ingat malam sebelum Saya melaksanakan tes speaking Saya belajar conversation berulang-ulang bersama dia
hingga pukul 01.00. Eit jangan curiga dulu bukan Saya aja kok, semua yang
selevel dengan saya ikutan saat itu. Jadi Saya secara pribadi mengucapkan
terima kasih atas bantuannya yang sangat berarti bagi Saya.
Pak Dani adalah sahabat lain yang
sangat menarik untuk Saya ceritakan. Selain jago berbahasa inggris sahabat Saya
yang satu ini pintar menceritakan lelucon. Kerap kali dia menceritakan cerita
lucu, maka serentak kita semua terpingkal-pingkal dibuatnya. Kayaknya tipe guru
idola siswa di sekolah. Satu saran Saya kepada sobat Saya ini adalah coba
menceritakannya dalam bahasa inggris. Buat sahabat yang nanti di kemudian hari
berkenalan dengan Pak Dani ini, jangan percaya apa yang ia katakan sebelum ia
menyelesaikan perkataannya. Bisa jadi misterinya terpecahkan di kalimat
terakhir yang keluar dari mulutnya.
Pak Asep Handara, adalah nama lengkap
dari pak haji. Seorang M.Kep dari Kabupaten Purwakarta, Penggemar Body Building
dan tergila-gila sama tubuhnya Agung Hercules yang bernyanyi pake barbel.
Saking fanatiknya sama pola membangun tubuh beliau sempat dirawat dan
melewatkan 1 minggu pendidikan karena badannya ngedrop. Alhamdulillah beliau
mampu mengejar ketertinggalannya. Mungkin karena beliau termasuk highly motivated person diantara kami.
Saya suka iri melihat cara belajar pak haji Asep ini. Di awal-awal pendidikan
ia gak begitu serius tapi memasuki pertengahan dan akhir pendidikan beliau
lahap semua materi pengajaran. Tak di kelas, tak di kamar, tak pula di jok
depan mobil yang tak ia isi dengan mendengarkan coversation berbahasa inggris. Kayaknya jauhlah dengan cara Saya
belajar. Cara belajarnya seperti pelari marathon, tenang tapi bertahan lama.
Saat yang lain sudah mulai kelelahan dan terkapar pak haji keep on going.
Highly motivated person lainnya di kosan Saya adalah Kang Iyus,
Senior Saya dari almamater tercinta IPDN. Beliau adalah kakak angkatan Saya,
meskipun tidak pernah bersama dalam satu kampus tapi tetap ia adalah senior
Saya. Tapi tak seperti senior Saya yang lain, yang biasanya mengesalkan dan
suka memerintah yang bukan-bukan, kang Iyus ini membuat Saya merasa bukanlah
juniornya. Entahlah jika bukan kang iyus mungkin sudah berapa ratus kali saya
di push up kan. Mengingat sikap Saya
yang gak karuan sama senior, mulai dari merokok sembarang, memberantakkan
kamarnya hingga ucapan saya yang keceplosan. Mungkin sahabat yang bukan dari
IPDN akan menganggap itu lumrah tapi bagi kami di IPDN itu wajib kena
“pembinaan dan koreksi”. Jadi Kang Saya mohon maaf jika selama ini saya sering
kali buat kesalahan sama akang. Semoga utang push up Saya di ganti Allah SWT
menjadi pahala buat akan. Amiin.
Kalau berbicara tentang Pak
Tatang dari Majalengka, Saya selalu kagum terhadap pengetahuannya. Kerap kali
sahabat Saya ini melontarkan sebuah bahasa aneh yang menjadi pengetahuan
berharga bagi Saya. Meskipun bahasa inggrisnya selevel dengan Saya tapi
pengetahuan umumnya menurut Saya adalah yang paling luas diantara kami. Mungkin
karena ia hobi banget membaca. Hal lain yang sangat Saya kagumi dari Pak Tatang
ini adalah semangatnya untuk belajar bahasa inggris yang begitu tinggi.
Kalo pak Robert? Apa Ya? Sahabat
Saya yang satu ini agak pendiam. Kayak air danau gitu, yang diam-diam
menghanyutkan. Orangnya menyenangkan dan tak banyak bicara. Masih salah satu
yang highly motivated person.
Sebenarnya masih banyak sahabat
yang sangat Saya kagumi di angkatan Saya ini. Ada dr. Siska yang sempat Saya
singgung sebelumnya. Seorang dokter lulusan Unpad dan host salah satu program
kesehatan di TVRI Bandung. Orangnya ”asyik” ibu-ibu gaul gitu. Bahasa
inggrisnya mantaplah. Tapi masih kalah sama sayalah hehe, maaf ya cinnn. Just kidding. Maksudnya kalah bego dari
Saya. Si baby face yang suka bikin
iri, Panji, bukan panji katipeng atau panji super hero itu. Tapi Panji si
paling pintar di angkatan kami. Udah mah bahasa inggrisnya jago, wajahnya itu
loh. Aku yang lebih muda usia tapi ko kelihatan lebih tua jika bareng dia. Apa
muka Saya yang boros atau muka dia yang irit ya?
Pak Riki yang sesama smokers, teman Saya nongkrong di
pelataran IEDUC untuk meracuni tubuh kami dan lingkungan sekitar dengan
nikotin. Master Hukum dari Sukabumi ini asyik diajak ngobrol terutama untuk
mengevaluasi kemampuan Bahasa Inggris kami, sesama murid yang mulai
pembelajaran dari nol memang paling enak menertawakan diri sendiri. Pak Adi
teman sekelas Pak Riki, Guru Fisika dari Sukabumi ini adalah teman kerja kakak
sepupu Saya. Orangnya ramah, gemar menabung, sangat menghormati orang tuanya,
tidak pernah boros dan rajin mengaji. Orangnya sangat gampang diajak ngobrol
dan lagi salah satu orang yang highly
motivated person. Pak Slamet dari Indramayu, adalah satu-satunya master
yang diperlakukan mirip anak SMA yakni di bully.
Dasar nih kelas sebelah ini! entah kenapa masih meneruskan tradisi feodal
jaman penjajahan. Tapi bagaimanapun beliau adalah orang yang selangkah lebih
maju dari kami karena telah menjalin kontak dengan universitas yang akan
ditujunya. Saat saya dan rekan semua masih berkutat dengan persoalan bahasa
beliau telah terbang untuk mewujudkan mimpinya. Mikir Dong Mikir Pak Riki!
Big Guy Pak Bondan adalah satu sahabat lain yang sangat Saya
kagumi, kemampuan menulisnya itu. “edan” maaf agak sarkasme soalnya biasanya
anak cikal saya, Aldi suka ngomong gitu kalo lihat sesuatu yang “wedan”. Cara
Pak Bondan menulis dalam bahasa inggris sering kali membuat Saya penulis bahasa
indonesia Amatir merasa malu. Seperti menyindir “Berani-beraninya saya menulis
dengan kemampuan bahasa yang alakadarnya”. Saya yakin Anda akan mampu
mewujudkan mimpi Anda. I mean it. From
the bottom of my broken heart. Hehe
Sahabat lain yang belum
kesinggung, Saya mohon maaf, maklum lah begitu banyak yang harus ditulis namun
begitu sedikit kemampuan Saya. Terlebih jika saya harus menggambarkan
kepribadian sahabat satu-satu, tentunya sangat sulit bagi Saya. Tapi Sahabat
semua, Saya katakan semuanya ke 31 orang yang saat ini masih bertahan dengan
mimpinya, saya telah menempatkan sahabat semua sebagai figure di hati Saya, karena saya tersadar ternyata masa depan
bangsa ini begitu cerah karena ia berada di pundak orang-orang seperti sahabat.
Yang masih berani bermimpi dan menjalani mimpinya. Saya sungguh berdoa kepada
Allah SWT, supaya kita tidak akan bertemu lagi tahun depan karena kita semua
sibuk dengan studi kita masing-masing. Dan kitapun akan bertemu kembali saat
sahabat telah menjadi Doctor of
Philosophy di forum 300 doktor. Amiin
Cukuplah Saya berbicara tentang
rekan Saya, kini saatnya saya mengupas tuntas teacher-teacher di IEDUC. Mari kita mulai dengan bu Vini, seorang
istri dari ekspatriat Jim. Mungkin karena jadual dari IEDUC dan tentunya ijin
Allah SWT yang menjadikan bu Vini sebagai guru yang paling sering masuk ke
Kelas Saya. Alhasil hubungan antara kelas kami dengan beliau lebih dekat
dibandingkan dengan guru yang lain. Bu Vini ini orangnya sangat ramah, siap
menerima pertanyaan meskipun sering kali pertanyaan kami gak bisa dimengerti, terutama
saat kami mencoba mengemukakannya dalam bahasa inggris. “Udahlah pake bahasa indonesia
aja” pasti begitu gumamnya dalam hati.
Bu Dwi adalah Kepala Sekolah di
IEDUC, sebagai seorang lulusan Cambridge bahasa inggrisnya tidak perlu
dipertanyakan lagi. Seperti layaknya seorang kepala sekolah kehadiran beliau di
kelas tentunya tidak sesering teachers yang
lain. Sekalinya beliau masuk ke kelas adalah untuk mengevaluasi perkembangan
kami. Satu istilah yang kerap kali keluar dari mulut beliau adalah “bloody hard” sebuah ungkapan untuk memotivasi kami supaya
belajar dengan giat.
Pak Anas adalah guru kedua
tersering ngajar di kelas kami, bahasa inggrisnya mantap maklumlah beliau
pernah sekolah di Australia untuk beberapa masa. Bu Ervin juga termasuk yang
paling sering ngajar di Kelas kami, seorang dokter gigi yang banting setir
menjadi guru bahasa inggris. Pak Arham yang skor IELTSnya nyaris sempurna pun
dengan Pak Piko (Saya terus terang belum tahu nama aslinya sampai sekarang). Bu
Kiko? Yang satu ini adalah idola temen-temen. Selain cantik beliau juga murah
senyum. Yang aneh dari gadis asal jawa ini adalah aksen Indonesianya yang
sangat medok akan tetapi seketika hilang saat ia berbicara bahasa inggris. Bu
Ayu adalah teacher lain yang pernah masuk ke kelas kami. Terus terang aja
secara pribadi beliau adalah favorit Saya, cara ngajarnya itu lho bikin yang
bego kaya Saya jadi ngerti. Di salah satu sesi beliau pernah mengajarkan cara
melafalkan huruf dalam bahasa inggris. Hal itu sungguh sangat membantu Saya melepaskan
sedikit aksen Sundanesse english yang
Saya miliki, meskipun tetap saja Saya kesulitan membedakan F, P dan V. (tipikal
orang sunda).
Seperti perjalanan hidup yang
melelahkan, 60 hari perjuangan kami sangatlah berharga. Seperti logam mulia
yang panaskan dan dibentuk maka pada akhirnya akan berubah menjadi indah dan
berharga. Pun dengan kebersamaan kami selama 2 setengah bulan ini, disibukkan
dengan berbagai pekerjaan rumah yang menjengkelkan dan perasaan cemas
menghadapi tes, telah membentuk sebuah rekaman hidup yang patut untuk dikenang
sepanjang hidup Saya. Jiwa-jiwa idealis masih sangat terlihat dari diri
rekan-rekan. Perasaan jengah terhadap keadaan bangsa begitu tercermin dari
setiap obrolan kami. Meskipun akhirnya diakhiri dengan ceplosan Pak Dani yang
membuat kami tertawa, perasaan ingin bangkit dan memperbaiki bangsa masih
sangat kental terasa.
Selama 2 bulan ini banyak
rintangan yang kami hadapi mulai dari kendala kesehatan yang di hadapi oleh pak
Fitriyadi dari Cimahi dan Pak Haji Asep dan kehamilan bu Fipin, kendala tugas
luar yang dialami Bu Diah, kegiatan umroh bu Reni, Larangan dari atasan seperti
yang dihadapi rekan-rekan dari Bandung Barat, hingga persiapan melaksanakan
prosesi pernikahan seperti yang dialami Adik Saya Melda. Semuanya telah menjadi
sebuah prosesi sistemik (mirip bank Century) dari perjalanan kami menggapai
mimpi.
Saya sendiri Alhamdulillah bisa
menjalani pendidikan tanpa kendala yang cukup berarti, selain kring krung telpon dari atasan karena
banyak kerjaan di kantor. Meskipun di tengah pendidikan anak Saya sakit
Bronchitis dan harus menjalani pengobatan berjalan selama 6 bulan tapi
alhamdulillah Saya dapat menjalani pendidikan hampir 99 %. Itu semua karena
dukungan dari istri dan keluarga Saya. Thank
You ya babe.
Satu-satunya kendala yang kami
hadapi, terutama Saya adalah persoalan ongkos. Biaya makan bensin dan bagi
smoker seperti Saya biaya asap. Maklum semakin fokus, smoker butuh asap lebih
banyak. The more focusedwe learn the more smoke we need (bener gak ya
grammarnya?) gak papa lah yang penting pak Dedi dan bu Cawul dari BKD Propinsi
ngerti hehe.
Setelah 10 Hari perjuangan,
tibalah kami pada progress test I, sebuah test untuk mengukur kemajuan kami.
Hasilnya Alhamdulillah semua peserta menunjukkan peningkatan signifikan
terutama untuk skill Reading dan Listening. Sementara itu untuk skor speaking dan writing memang agak terlambat panas. Maklum sebagai pengguna pasif
inggris kita lebih terbiasa mendengar dan membaca ketimbang menulis dan
berbicara. Menerima hasil tersebut, kembali Saya terkagum-kagum melihat
motivasi sahabat, semakin lama keinginan belajar sahabat semakin tinggi.
Sayapun semakin termotivasi untuk
terus belajar dan belajar terutama untuk meningkatkan kemampuan “Speak-speak”
saya. Perlahan namun pasti Ielts telah menjadi dunia kami selama 60 hari ini.
Sepertinya tidak ada yang lain selain IELTS. Sepertinya dunia milik aku dan
IELTS-ku yang lain ngontrak. Satu malam Pak Dani muncul dengan ide brilian yang
sangat mencerahkan. Ia bertekad untuk menjadikan Bahasa Indonesia menjadi
bahasa internasional, sehingga ke depan bagi siapapun yang ingin kuliah di luar
negeri harus belajar bahasa indonesia, dan kamipun bisa melenggang dengan
mudah. Akan tetapi ide itu tidak duduk dalam kerangka teoritis yang kuat,
bahkan tak memiliki pondasi akal yang lurus dan harus berlalu seperti air
liurku di bantal kesayangan di Antapani. Akhirnya setelah terbangun dari mimpi
indah Pak Dani, kamipun kembali ke buku kami masing-masing.
IELTS telah merenggut masa
bahagia kami, ia telah menjadi dewa di atas dewa. Ia telah masuk ke dalam
setiap kehidupan kami bahkan hingga ke alam mimpi yang sangat pribadi. Suatu
malam Saya pernah mimpi sedang bermesraan dengan istri, dan ketika mulai
menjurus istriku menghentikan aku dan bertanya : Please describes your home town? Khan gila. Di dunia nyata ia tidak
membiarkan kita hidup dengan tenang dan sekarang dunia mimpipun telah ia gagahi
juga. Ampuun.
Yang tadi itu kidding sob. Tapi
yang ini nyata, Saya pernah kehilangan anak Saya di Departemen Store. Yang ini beneran terjadi begini
ceritanya, Sabtu dan minggu seperti biasa kami mendapatkan libur mingguan. Dan
minggu itu Ibu saya mengajak istri dan Saya serta si Cikal Aldi menemaninya
membeli baju di Jatos (salah satu Mall di Jatinangor) selama istri dan ibu saya
berkeliling mencari baju, saya dan si Cikal bermain di Playground tempat mandi
bola. Malamnya saya tidur sangat telat sekitar pukul 02 dini hari. Dan karena
ngantuk aku tiduran di ruang tunggu sambil mendengarkan english conversation melalui hand phone jadul Saya. Tak Sadar
akupun ketiduran, sesaat aku bangun Si Cikal tak ada di sana. Sayapun berlari
sambil cemas menanyakan ke petugas wahana dan mereka tidak melihat anak saya. Setelah
sekian lama berlari kesana kemari akhirnya aku menghampiri Pak Satpam dan
untungnya mereka telah menemukan seorang anak yang menangis mencari orang
tuanya. Dan disanalah, di costumer service
anakku duduk kebingungan. Sayapun lari dan memeluk serta menciumnya mirip
sepasang kekasih yang telah lama tak bersua. Begitulah IELTS telah merenggut
kebahagiaan Saya.
Cerita ini juga sebagai bukti
kepada bu Dwi “I have studied bloody hard
bu”.
Atau ketika pikiran saya kalut
dan mengambil pensil dan kertas milik Bu Ayu di Progress Test II. Yah yang ini juga nyata loh. Di progress tes
kedua saat speaking tes tak sadar Saya mengambil kertas yang disiapkan Bu Ayu
untuk dibahas dalam speaking Saya (Q-Card). Ceritanya begini, sesaat setelah
saya selesai melaksanakan tes speaking saya
agak kecewa dengan cara saya menyampaikan ide saya dalam bahasa inggris. Tanpa
pikir panjang Sayapun keluar ruangan dan segera menuju mobil Saya untuk pulang
ke kostan, di tengah perjalanan ada telpon menanyakan apakah Saya mengambil
Q-cardnya bu Ayu. Kemudian sayapun replek merogoh saku baju Saya, dan ternyata
benar Saya tanpa sadar mengambilnya. Aku pun segera memutar balik mobil untuk
menyerahkannya kembali. Hasilnya Pa Riki yang mendapat giliran tes setelah Saya
harus menunggu Saya mengembalikan q-cardnya. Aduh itu sungguh memalukan.
Jadi sekali lagi, IELTS telah
mengambil masa bahagia Saya dalam hidup Saya. Ia merusak ritme rutinitas hidup
Saya. Sungguh Aku benci IELTS!!!
Tapi layaknya cinta pertama yang
putus nyambung. Seberapa besarpun engkau memporak-porandakan hidupku. Seberapa
sakitpun hatiku terluka olehmu. Dan seberapa seringpun kau mengkhianatiku,
kebersamaan kita selalu membimbingku tuk kembali padamu. Lebay ah.
Setelah 2 kali progress tes
lanjutan. Akhirnya medan pertempuran sesungguhnya datang pada Hari sabtu
tanggal 21 Juni 2013 dilanjutkan hari berikutnya untuk speaking tes. Hari itu semua kerja keras kami dipertaruhkan. Ada
sedikit keuntungan kami dapatkan saat itu. Karena jumlah peserta yang cukup
banyak maka kami hampir seluruhnya melaksanakan tes reading, Listening dan
Writing di IEDUC. Memberikan keunggulan psikologis bagi kami, karena kami
sudah mengenal kondisi ruangan dan audionya, tapi tentunya tidak memberikan
jaminan 100% bahwa kami akan mendapatkan nilai seperti yang kami harapkan.
Untuk Speaking tes, setiap kami mendapatkan jadwal yang berbeda.
Ada yang pada hari yang sama setelah tiga tes sebelumnya, ada yang di hari
besok, lusa dan 3 hari sesudahnya. Saya sendiri mendapatkan jadual di hari
besoknya yakni hari minggu tanggal 22 Juni 2014 bertempat di IDP Bandung jalan
Sulandana Pukul 13.40. Sayapun datang setengah jam sebelumnya. Di ruangan
tunggu IDP Saya melihat sahabat Saya Pak Riki dan Bu Reni yang telah
menyelesaikan tesnya. Setelah sedikit bercuap-cuap dengan pak Riki dan Bu Reni
nama Sayapun di panggil, Saya mendapatkan Ruangan di lantai pertama. Berjalan
seperti di atas awan Saya sadar betul bahwa hari ini adalah the D-Day,
hari di mana Saya harus benar-benar bertunangan dengan IELTS. Hari di mana
semua perjuangan Saya diperuntukkan.
Di Sanalah, seorang native speaker penguji duduk manis
dengan senyumnya yang memuakkan, seperti senyum wanita yang akan menolak cinta kita
dan mengatakan “saya sudah merasa kamu sebagai kakak saya”. Cuih sebuah senyum
yang mengejek dan merasa “kamu tidak pantas untukku aku mencintai orang lain”.
Tapi Aku meyakinkan diriku sendiri “kalau tidak sekarang kapan lagi, Kalau
tidak Saya siapa lagi?” mirip slogan Calon Presiden nomor urut 1.
Setelah dipersilakan duduk
sayapun menuju di kursi panas itu. Sebelumnya ketakutan terbesar Saya adalah jika
saya tidak dapat mengerti aksennya sehingga saya tidak mengerti pertanyaan yang
ia ajukan. Tapi setelah mulai berbicara ketakutan Saya tersebut tidak terbukti
dan sang bulepun seakan berubah dari sosok calon pacar yang akan menolak Saya
menjadi seorang gadis jelek yang ingin menjadi pacar Saya. Dan aku sudah siap
dengan rangkaian kata untuk menolaknya. Hehe.
Memang ada beberapa grammar yang
miss tapi Alhamdulillah Saya bisa menjawab pertanyaan sang examiner. Topik yang menjadi bahasan dalam perbincangan kami saat
itu adalah tentang momen saat Saya lupa melakukan sesuatu. Sempat bingung sih
sebelum akhirnya Saya teringat tragedi Q-Cardnya bu Ayu. Bla bla bla akhirnya
sesi tanya jawabpun selesai, Sayapun melenggang keluar dari ruangan dengan
perasaan tak menentu. Perasaan tidak puas sedikit menghinggapi hati karena
beberapa grammar saya tempatkan secara kurang tepat. Sesuatu yang harusnya
menggunakan Past Tense Aku ucapkan dengan struktur present dan beberapa
kesalahan lainnya.
Malam Ini 13 Hari sudah tes itu
berlalu. Berarti besok pagi Saya akan menerima hasil tes itu. Sekali lagi hati
dan perasaan Saya digauli oleh IELTS. Meninggalkan Istri Saya sendirian di
kamar tidur perasaan cemas, detak jantung yang terasa begitu cepat dan pikiran
yang diselimuti lima hurup IELTS mengganggu kenikmatan tidur Saya. Walhasil
Saya baru dapat memejamkan mata Saya menjelang pukul 2 dini hari. Itupun
setelah Saya peluk erat-erat tubuh istri Saya. Bukan sok romantis tapi memang
udah seperti candu saat gelisah Saya akan sedikit tenang jika dapat memeluk
sang istri erat-erat.
Malampun terus berlalu, dan hari
besar itupun tiba. Hingga tengah hari hasil tes yang Saya tunggu-tunggu belum
juga menunjukkan batang hidungnya. Dengan perasaan galau tak menentu Saya
telpon semua rekan Saya untuk menanyakannya. Sepertinya bukan Saya saja yang
merasakan siksaan ini karena seluruh rekan yang Saya hubungipun merasakan
perasaan yang Sama. Duh IELTS-IELTS.
Selesai sholat jum’at, kupaksakan
mataku untuk memejam dan alhamdulillah setelah menghitung domba khayalan hingga
ke ratusan kali aku mulai tak menyadarkan diri dan terlelap. Di tengah-tengah
tidur terdengar hand phone Saya berbunyi, segera ku mengecek hp jadul
kesayanganku itu, ternyata sebuah pesan singkat dari salah satu sahabat Saya
Pak Tatang, yang menyebutkan bahwa hasil tes telah di upload ke situs resmi
IELTS. Sayapun berlekas menyiapkan kendaraanku menuju Warnet terdekat.
Dengan perasaan takut dan cemas
Saya segera mengakses situs resmi itu, sembari menutup mata Saya menunggu akses
internet yang mendadak lambat berjalan seperti siput. Tapi setelah berulang
kali percobaan hasilnya sama sistem menolak dan nilai Saya belum tersedia.
Sedikit putus asa kuputuskan untuk bergegas berangkat dan menjemput istri Saya
dari tempat kerjanya. Diperjalanan itulah baru Saya mendapat kabar dari salah
satu staf di IEDUC yang sebelumnya saya hubungi, ia menyebutkan bahwa skor
IELTS Saya overall adalah 6.0. Artinya 0,5 poin di bawah harapan.
Ya ! 6.0 adalah skor akhir
pertandingan antara kesebelasan Muhamad Badar Hamid VS IELTS. Awalnya Saya
sedikit kecewa dan bersiap menengak obat batuk untuk mengakhiri penderitaan
Saya. Selain karena Saya mencintai hidup Saya juga karena Saya teringat cicilan
rumah Saya yang masih panjang, sedikit pinjaman di BPR dan tentunya saya juga
terbayang wajah cantik teller Bank Jabar yang kerap kali menagih kredit Saya. Kok
ke sana ya? Tapi lebih dari itu semua karena Saya takut meninggalkan Aldi dan
Si bungsu Alfin sendirian di dunia yang keras ini. Sekali lagi lebay.
IELTS memang telah mengalahkan
kami sebagian besar angkatan 3 BKD Class tahun
ini. Ya sebagian besar kami memang mendapatkan skor 6.0 sebagian lagi di
bawahnya dan hanya sebagian kecil dari kami yang mendapatkan skor 6.5 ke atas.
Secercah harapan muncul saat Kang Iyus senior tercinta Saya menyampaikan ucapan
selamat kepada Saya dan beliau mengatakan bahwa dengan nilai 6.0 Saya dapat
mencoba peruntungan Saya di AAS (Australia
Awards Schoolarship) pun dengan informasi dari bu Diah yang mendapatkan
nilai sama dengan Saya. Mendengar informasi tersebut segera Saya bercengkrama
dengan si Google untuk menelusuri kebenaran informasi tersebut. Ternyata memang
benar, lembaga beasiswa tersebut mempersyaratkan skor 6.0 untuk menjadi peserta
beasiswanya.
Dan akhirnya saat ini, seperti
seorang prajurit yang baru selesai satu peperangan dan peperangan yang sudah
menunggu, saat ini kembali seluruh energi dan konsentrasi Saya tujukan pada
peperangan melawan peserta lain yang mencoba peruntungannya di AAS. Good luck Badar!!!
Begitulah perjalanan 60 hari kami
dalam mengejar mimpi Jilid pertama, Jilid kedua telah menunggu semoga semuanya
lancar. Sahabat Saya di Program 300 doktor angkatan ketiga ini Saya mengucapkan
terima kasih atas kebersamaan kita, Saya sungguh berharap kebersamaan kita
tidak berhenti hingga saat ini, melainkan terus berlanjut hingga 10 tahun ke
depan atau bahkan hingga kita meninggalkan dunia fana ini dengan jejak yang baik
bagi bangsa, negara dan anak cucu penerus kita.
sebuah tulisan untuk Istri dan Anak-Anakku semoga kalian tidak kecewa punya suami dan bapak yang skor IELTS-nya cuma 6.0.
untuk orang tua Saya yang senantiasa membantu Saya moril dan terutama materil. hehe maklum masih minta ongkos sama mamah dan bapa.
Mertua saya tempat saya menitipkan Anak dan istri Saya selama pendidikan. maaf ya pak si Aldi makannya banyak.
Sahabat-sahabat Saya di IEDUC
Bu Dwi "Bloody Hard"
Teachers IEDUC
Pak Galih dan Staf IEDUC
IEDUC the best moment I have ever had since I was civil servant!!!
No comments:
Post a Comment