I.
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Sejak reformasi bergulir pada
pertengahan mei 1999 Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai sebuah negara
demokrasi baru. Sebuah tatanan negara yang lepas dari bentuk bentuk monopoli kekuasaan baik oleh satu orang (monokrasi)
segelintir orang (oligarki) ataupun oleh sebuah garis keturunan tertentu
(Monarkhi), akan tetapi pernyataan tersebut tidak akan bermakna apapun tanpa
disertai dengan tindakan nyata terhadap perubahan peraturan perundang-undangan
dan implementasi kebijakan yang searah dengan tekad dan tujuan yang telah
diproklamirkan tersebut.
Menyadari hal tersebut Bangsa
indonesia melalui pemerintah dan lembaga legislatif menyusun perangkat peraturan
terkait, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah bahkan kepada perangkat
konstitusional UUD 1945, semua itu dilaksanakan dengan satu tujuan menciptakan Indonesia yang lebih demokratis.
Selama periode reformasi yang telah
berjalan kurang lebih 15 Tahun bangsa ini telah bekerja keras mencurahkan
segala daya upaya, keringat dan perhatian kepada tujuan tersebut, dan hal itu
sepertinya tidak berjalan percuma , setidaknya di atas kertas , hal ini
ditunjukan dari berbagai pujian yang dialamatkan kepada Indonesia oleh dunia
Internasional. Bahkan Presiden Barack Obama sang pemimpin negara adi kuasa the United State of America, menyampaikan
kekagumannya terhadap pelaksanaan demokrasi khususnya pemilu di Indonesia, dan
Indonesiapun dijuluki sebagai salah satu negara demokrasi terbesar.
Memperhatikan perjalanan demokratisasi
di Indonesia, menarik untuk dikaji apakah anggapan dunia internasional terhadap
pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu benar adanya? Atau apakah sesungguhnya
semua itu hanya terlihat di permukaan saja? Perdebatan tersebut akan kami bahas
dalam makalah ini dengan terlebih dahulu memusatkan perhatian khusus terhadap
salah satu indikator keberhasilan demokrasi yaitu terciptanya pendidikan
politik yang merata bagi seluruh masyarakat. Untuk lebih memberikan pengamatan
yang mendalam kami akan membahas mengenai pendidikan politik bagi generasi muda
dalam hal ini mahasiswa yang telah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum
lebih khusus di Kabupaten Garut.
Selanjutnya untuk memperjelas
permasalahan yang kami kaji, perlu kami sampaikan bahwa setiap pelaksanaan pemilihan
umum partisipasi masyarakat dalam pemilu cenderung menurun, bedasarkan data
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut data partisipasi pemilu
adalah sebagai berikut :
DATA PARTISIPASI PEMILU PRESIDEN DAN
WAKIL PRESIDEN, ANGGOTA LEGISLATIF, GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT, DAN
BUPATI DAN WAKIL BUPATI DI KABUPATEN GARUT
NO
|
PEMILU
|
GARUT
|
1
|
Presiden
dan Legislatif Tahun 2009
|
70 %
|
2.
|
Presiden
dan Legislatif Tahun 2014
|
69,28 %
|
3.
|
Gubernur
Tahun 2008
|
67 %
|
4.
|
Gubernur
Tahun 2013
|
65,96 %
|
5.
|
Bupati
Tahun 2008
|
74 %
|
6.
|
Bupati
Tahun 2013
|
62,28 %
|
Badan Kesbangpol Garut (dengan pembulatan)
Dalam data yang kami kumpulkan
berkenaan dengan angka pasti partisipasi generasi muda memang tidak kami
temukan, akan tetapi kami berasumsi bahwa tren yang ada akan serupa dengan data
di atas.
Berkenaan dengan aktivitas politik
lain yang dilaksanakan oleh generasi muda terutama mahasiswa dalam menggunakan
hak politiknya, maka kita temui adanya kecenderungan kearah pengunaan hak
politik secara tidak bertanggung jawab, seperti yang kita temui di
makassar pada saat mahasiswa melakukan
demo terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang berujung kematian
satu orang warga, atau penggunaan media sosial yang bernada menghina seperti
yang dilakukan salah seorang mahasiswa, yang berujung dilakukannya proses
hukum. (Tempo dan Sindo Desember 2014).
Berdasarkan hal tersebut dapat
diduga bahwa pendidikan politik di kalangan generasi muda masih minim, sehingga
generasi muda belum mampu memahami hak-hak politiknya secara bertanggung jawab.
Berkenaan dengan pendidikan politik bagi
generasi muda, maka data yang kami terima dari Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik di Kabupaten Garut sebagai salah satu lembaga pemerintah yang berwenang
melaksanakan pendidikan politik adalah sebagai berikut :
DATA JUMLAH PESERTA KEGIATAN PENDIDIKAN
POLITIK BAGI MAHASISWA
DI KABUPATEN GARUT
NO
|
TAHUN 2012
|
TAHUN 2013
|
TAHUN 2014
|
JUMLAH
|
1
|
400
|
400
|
300
|
1100
|
Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Kabupaten Garut
Jumlah 1100
tentunya sangat minim dibandingkan jumlah keseluruhan mahasiswa yang ada di
Kabupaten Garut, hal tersebut memperkuat dugaan kami bahwa pendidikan politik
bagi generasi muda masih minim.
Permasalahan
dalam makalah ini adalah :
a.
Bagaimana partisipasi politik generasi muda di
Kabupaten Garut saat ini ?
b.
Bagaimana pendidikan politik bagi generasi muda di
Kabupaten Garut ?
c.
Hambatan dalam pendidikan politik bagi generasi
muda di Kabupaten Garut ?
d.
Bagaimana Metode efektif pendidikan politik bagi
generasi Muda di Kabupaten Garut ?
II.
LANDASAN
TEORI
Sebelum melakukan pembahasan mendalam terhadap permasalahan
yang dianalisa dalam makalah ini, perlu kiranya disajikan landasan teoritis
terkait politik untuk dapat memperjelas permasalahan politik yang ada dalam
makalah ini.
2.1.
Pengertian Politik dan aktivitas politik
Secara terminologi politik
berasal dari bahasa Yunani yaitu polis atau negara kota, hal ini merujuk pada
perkembangan awal politik yang dimulai dari peradaban yunani kota yaitu di
negara kota seperta athena. Sementara itu secara etimologi, beberapa ahli
mengemukakan pendapat yang beragam akan tetapi memiliki makna yang serupa yaitu
berupa kegiatan dalam mempertahankan dan merebut kekuasaan. Seperti beberapa
pendapat ahli berikut ini :
1. Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk
membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang
mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik
dan kerjasama.
2. Roger F.Soltau, politik adalah
ilmu yang mempelajari Negara,tujuan-tujuan Negara, dan lembaga-lembaga Negara
yang akan melaksanakan tujuan tersebut serta hubungan antara Negara dengan
warga negaranya serta Negara lain.
3. Robert, politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia.
4. W.A Robson, politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam
masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan
hasil-hasil.
5. Paul Janet, politik adalah ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu
juga prinsip-prinsip pemerintahan
6. Harold Laswell, politik adalah ilmu yang mempelajari pembentukan dan
pembagian kekuasaan.
7. Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan
masyarakat untuk menentukan kebaikan
bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
politik adalah merupakan ilmu dan proses dalam mengatur negara yang didalam
berisi pembagian kekuasaan antara pemerintah dan rakyatnya serta interaksi
diantara kekuasaan tersebut.
Berangkat dari pengertian dasar politik tesebut maka aktivitas politik
bukanlah merupakan monopoli pemerintah atau partai politik melainkan dapat pula
berupa peran serta masayarakat dalam upaya melaksanakan penyelenggaraan negara
dan mencapai tujuan bersama. Terutama dikaitkan dengan sistem pemerintahan
demokratis maka rakyat secara bebas dapat melakukan aktivitas politik sesuai
dengan kapasitas dan perannya. Kegiatan politik berupa perumusan dan
pelaksanaan kebijakan tidak dapat terlepas dari peran serta dan partisipasi
masyarakat atau rakyat di dalamnya.
2.2. Pendidikan Politik
Istilah pendidikan politik semakin populer seiring perkembangan demokrasi
di indonesia yang cukup pesat, akan tetapi untuk memberikan pijakan kuat
terhadap analisa makalah yang disusun ini perlu kiranya kami membahas secara
mendalam tentang konsep pendidikan politik yang dikemukakan oleh para ahli,
sehingga tercipta kesatuan persepsi tentang pendidikan politik yang menjadi
permasalahan pada makalah ini.
Alfian (1981:235) mengatakan
bahwa:
"pendidikan
politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses
sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka rnemahami dan menghayati betul
nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak
dibangun".
Sementara itu Rusadi Kartaprawira (1988:54) mengartikan pendidikan politik sebagai
"upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya."
Dari dua pengertian tersebut maka dapat disumpulkan bahwa pendidikan
politik adalah sebuah proses untuk mengembangkan pemahaman dan partisipasi
masyarakat dalam politik. Almond
mengatakan bahwa peran utama pendidikan politik adalah memelihara (maintenance atau persistance) sistem politik sebuah negara. berfungsi sebagai nation
and character building sebuah negara serta bertujuan meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang hak dan kewajibannya tentang hak dan kewajibannya sesuai konstitusi.
Berkaitan dengan sarana pendidikan politik almond menjelaskan bahwa
keluarga, sekolah, kontak pergaulan; pekerjaan, media massa dan kontak-kontak
politik langsung merupakan sarana dalam melaksanakan pendidikan politik.
Selanjutnya melihat
tipe-tipe pendidikan politik maka terdapat dua macam pendidikan politik yakni tipe pendidikan
politik tak langsung dan pendidikan politik langsung. Pendidikan politik
bersifat langsung apabila melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai, atau
perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit. Mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah-sekolah merupakan contoh dari pendidikan politik
langsung. Sedangkan pendidikan politik tak langsung sangat kuat berlangsung di
masa anak-anak sejalan dengan berkembangnya sikap penurut atau pembangkang terhadap
orang tua, guru, dan teman, yaitu sikap-sikap yang cenderung mempengaruhi sikap
di masa dewasa terhadap pemimpin-pemimpin politiknya dan terhadap sesama warga
negara.
tipe sosialisasi (pendidikan) politik langsung dan tidak langsung terbagi
kedalam beberapa tipe yakni tipe sosialisasi politik langsung terdiri atas:
imitation, anticipatory socialization, political education, dan political
experience. Sedangkan tipe sosialisasi politik todak langsung terdiri dari:
interpersonal transferece, appereniceship, generalization.
·
Imitation adalah sosialisasi politik dengan model meniru. Metode ini paling
banyak dilakukan. Yang ditiru bisa berupa tingkah laku politik, ketrampilan
politik, harapan-harapan politik, serta sikap politik. Modal dasar untuk dapat
melakukan belajar politik dengan metode meniru adalah mobilisasi dan
komunikasi. Contoh anak-anak pada umumnya memilih partai politik meniru pilihan
orang tuanya.
·
Anticipatory Socialization, metode ini pada dasarnya dilakukan dengan cara
menyiapkan diri tentang peran politik yang diinginkan. Misalnya orang tua atau
guru dapat mendefinisikan peranan warga negara yang baik, sehingga anak dapat
mengantisipasi peran yang dituntut oleh sistem politik nasionalnya.
·
Political Education, metode ini dilakukan dengan dialogis, terbuka,
rasional. Contohnya di sekolah lewat Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuannya
untuk mewujudkan ”good citizen”. Dilakukan dengan pendekatan ilmiah bukan
dengan cara indoktrimasi.
·
Political Experiance. Metode ini menekankan adanya kontak politik langsung,
dengan para pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Interpersona Transference. Pengalaman hubungan pribadi dengan orang tua
dalam keluarga, ataupun dengan guru di sekolah, akan menjadi pengalaman anak
kelak berhubungan dengan figur penguasa.
·
Apperenticeship(magang). Aktivitas-aktivitas non-politik dijadikan sarana
sebagai praktek magang untuk aktivitas politik. Misalnya aktivitas dalam
kepramukaan, aktivitas di oraganisasi sekolah, dan organisasi kenasyarakatan
adalah bentuk penting dalam pembelajaran politik.
·
Generalization. Nilai-nilai umum yang dianut masyarakat memainkan peran
penting dalam membentuk budaya politik dalam suatu masyarakat.
III.
PEMBAHASAN
3.1. Partisipasi Politik Generasi Muda
Menganalisa
aktivitas politik generasi muda maka tidak dipungkiri bahwa aktivitas mereka
terbagi ke dalam dua tipe yakni generasi muda yang aktif menggunakan hak-hak
politiknya dan di sisi lain generasi muda yang enggan menggunakan hak
politiknya. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas politik generasi muda sebagian
besar disalurkan melalui dua sarana yakni organisasi kampus dan organisasi
kemasyarakatan. Menganalisa partisipasi politik baik di kampus maka terdapat
beberapa kesimpulan diantaranya.
3.1.1.
Kecenderungan Aktivitas/Partisipasi politik
Generasi Muda
Berkembang pesatnya demokrasi dan
segala euforianya menyebabkan aktivitas politik generasi muda dewasa ini
berkembang sangat dinamis hal ini ditunjukkan melalui perkembangan organisasi
kemahasiswaan dan organisasi kemasyarakatan. Berdasarkan data Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Kabupaten Garut Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang berada
di Kabupaten Garut hingga tahun 2014
sebanyak 288 Organisasi, hal itu berarti berkembang hampir 150 % dibandingkan
Tahun 2012 yaitu sebanyak 140 ormas.
Sayangnya berdasarkan penjelasan
salah satu nara sumber di Kabupaten Garut, jumlah organisasi sebanyak itu tidak
diikuti dengan peningkatan kualitas organisasional, yang ditunjukkan dengan
ketergantungan organisasi-organisasi tersebut terhadap bantuan dan fasilitasi
pemerintah daerah. Hal ini berimplikasi
terhadap minimnya kegiatan pendidikan politik yang dilaksanakan organisasi
tersebut terhadap anggotanya.
Di sisi lain sangat terlihat
bahwa, kecenderungan aktivitas politik generasi muda sebagian besar berbentuk
penyampaian pendapat melalui unjuk rasa, dan tidak jarang berujung pada
tindakan anarkis. Di garut hal ini sangat terlihat pada saat pelaksanaan
demonstrasi yang menuntut pengunduran diri Bupati Garut Aceng Fikri pada Desember
2012. Pada saat itu intensitas unjuk ras yang direkam Badan Kesatuan Bangsa dan
politik Kabupaten Garut adalah sekitar 20 unjuk rasa per bulan selama 2 bulan.
Diantaranya 50% berujung anarkis. Atau saat unjuk rasa menuntut pengunduran
diri Sekretaris Daerah beberapa bulan sebelumnya yang dikenal dengan peristiwa
“Garut Berdarah” karena menyebabkan bentrok antara aparat kepolisian dan
mahasiswa dan mencederai beberapa orang dari kedua belah pihak.
Berdasarkan fakta tersebut maka
kami melihat adanya kecenderungan negatif dalam penyampaian pendapat di muka
umum oleh organisasi kepemudaan (orkemas) yang lebih menekankan pada penggunaan
unjuk rasa sebagai salah satu sarana penyampaian pendapat.
3.1.2.
Tingkat Partisipasi Politik Generasi Muda di
Kabupaten Garut
Partisipasi
politik yang kami bicarakan pada subbab ini adalah partisipasi politik dalam
bentuk penggunaan hak pilih pemuda dalam pelaksanaan pemilu, baik pemilu
bupati/wakil bupati, gubernur/wakil gubernur serta kegiatan pemilu lainnya.
Berdasarkan
data badan kesatuan bangsa tingkat partisipasi pemilu di kabupaten garut
cenderung menurun berikut datanya :
NO
|
PEMILU
|
GARUT
|
1
|
Presiden
dan Legislatif Tahun 2009
|
70 %
|
2.
|
Presiden
dan Legislatif Tahun 2014
|
69,28 %
|
3.
|
Gubernur
Tahun 2008
|
67 %
|
4.
|
Gubernur
Tahun 2013
|
65,96 %
|
5.
|
Bupati
Tahun 2008
|
74 %
|
6.
|
Bupati
Tahun 2013
|
62,28 %
|
Dari data tersebut jelas terlihat
terjadinya penurunan partisipasi politik di kabupaten Garut secara umum. Secara
khusus data terkait partisipasi politik di kalangan generasi muda tidak dapat
kami temukan.
3.2.
Pendidikan Politik bagi Generasi Muda di
Kabupaten Garut
Pendidikan politik bagi generasi
muda di garut selama ini berjalan melalui dua media yaitu pendidikan yang
bersifat formal oleh sekolah dan perguruan tinggi dalam Mata Kuliah PKN atau
pendidikan Kewarganegaraan dan sosialisasi atau seminar yang dilaksanakan oleh
pemerintah, partai politik dan organisasi kemasayarakatan.
Pendidikan kewarganegaraan yang
selama ini menjadi mata pelajaran di sekolah ataupun mata kuliah di perguruan
tinggi merupakan kurikulum yang bersifat nasional, sementara itu perbedaan
budaya dan kearifan lokal di setiap daerah tidak diakomodasi oleh sistem
pendidikan nasional. pendidikan budaya atau muatan lokal yang selama ini
diterapkan di sistem pendidikan dasar lebih fokus pada pengetahuan dan keahlian
seni maupun budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah belum fokus pada
penghayatan terhadap nilai kearifan yang terkandung di dalam seni dan budaya
tersebut.
Sehingga siswa belum mampu
memahami bagaimana pengaruh seni budaya yang dikembangkan oleh para pendahuluny
mempengaruhi kebudayaan daerah. Hal ini menyebabkan terjadi dekadensi dan
penurunan moral di kalangan generasi muda. Dan semakin permisifnya masyarakat
terhadap berbagai pelanggaran norma sosial yang berkembang di masyarakat.
Sebagai contoh hubungan antara orang tua dan anak saat ini begitu longgar
sehingga menyebabkan lemahnya kemampuan orang tua dalam mengarahkan anaknya.
Hal ini disebabkan karena norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat
luput dari perhatian sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu pengajaran nilai
kearifan lokal dalam peningkatan pemahaman politik masyarakat mutlak
diperlukan. Hal tersebut selama ini hanya dilaksanakan oleh pemerintah daerah
melalui SKPD Badan Kesatuan Bangsa dan Politik yang tentu saja sangat terbatas.
Ke depan perlu dilaksanakan oleh unsur pemerintah dan masyarakat lainnya.
Media lain dalam pelaksanaan
pendidikan politik di Kabupaten Garut adalah melalui sosialisasi atau seminar
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, partai politik dan masyarakat
(organisasi kemasayarakatan). Pemerintah daerah melalui perangkat daerah yang
berwenang dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan politik melaksanakan kegiatan
pendidikan politik secara reguler berikut datanya :
NO
|
INSTANSI PELAKSANA
|
TAHUN
|
JUMLAH PESERTA
|
1
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
|
2012
|
400
|
2
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
|
2013
|
400
|
3
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
|
2014
|
300
|
Jumlah
|
1100
|
Sumber : Bakesbangpol Kab. Garut
3.3.
Hambatan pelaksanaan Pendidikan Politik di
Kabupaten Garut
Berdasarkan penjelasan nara
sumber dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut maka ditemukan
beberapa hambatan dalam pelaksanaan pendidikan politik bagi Generasi Muda yang
menghambat perkembangan pemahaman politik generasi muda.
1.
Minimnya Anggaran ;
2.
Minimnya peran partai politik dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan politik;
3.
Minimnya peran organisasi kemasayarakatan dalam
pelaksanaan pendidikan politik.
Pendidikan politik sebagaimana
disampaikan sebelumnya bukanlah merupakan semata-mata kewajiban pemerintah,
akan tetapi kewajiban seluruh elemen masyarakat termasuk di dalamnya partai
politik dan organisasi kemasyarakatan.
Partai politik sepertinya belum
mampu memerankan fungsinya sebagai salah satu sarana pendidikan politik yang
efektif hal ini diperlihatkan dengan minimnya jumlah pelaksanaan kegiatan
sosialisasi atau pendidikan politik baik bagi anggota maupun masyarakat secara
umum.
Memang diperlukan penelitian
lebih lanjut berkenaan dengan hal tersebut, akan tetapi gambaran sejauh ini
peran partai politik hanya berfungsi sebagai rekruitmen politik bagi pengisian
jabatan-jabatan politik semata, itupun dengan metode yang sedikit tidak
terkonsep dengan jelas. Faktanya banyak calon legislatif atau pimpinan daerah
yang bukan merupakan kader partai politik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa
partai politik belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen dan
sosialisasi politik di tengah-tengah masyarakat.
Di sisi lain organisasi
kemasyarakatan yang juga dapat berfungsi sebagai media sosialisasi politik
belum mampu menjalankan fungsi tersebut dengan optimal. Tercatat di
bakesbangpol hanya segelintir organisasi yang melaksanakan kegiatan serupa
pendidikan politik berikut datanya :
NO
|
NAMA ORGANISASI
|
KEGIATAN
|
TAHUN PELAKSANAAN
|
1
|
LKTKN
|
SOSIALISASI PERATURAN KEAGAMAAN (JAI) DI
KABUPATEN GARUT
|
2013
|
2
|
KNPI
|
SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEPEMUDAAN
|
2012
|
3
|
PWI
|
SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEAMANAN
DAN KETERTIBAN
|
2013
|
Sumber : Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Kabupaten Garut
Data di atas menunjukkan bahwa
dari 288 organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut hanya tiga organisasi
yang tercatat melaksanakan kegiatan serupa pendidikan atau sosialisasi politik.
3.4.
Strategi pendidikan politik yang efektif bagi
Generasi Muda di Kabupaten Garut
Sebelumnya Almond mengemukakan
bahwa pendidikan politik yang efektif ditempuh melalui pendidikan yang bersifat
formal, beranjak dari pendapat tersebut maka seyogyanya pendidikan formal. Akan
tetapi hal tersebut tentunya perlu didasari argumentasi dan fakta yang
kuat. Oleh karena itu kami berpendapat
bahwa melalui pendidikan formal pendidikan politik bagi masyarakat akan mampu
memberikan hasil optimal dilandasi argumentasi bahwa :
1.
Pendidikan formal akan menciptakan upaya yang
lebih terstruktur dan sistematis sehingga tahapannya akan lebih berjalan baik
dibandingkan sosialisasi yang bersifat parsial.
2.
Kekurangan anggaran pada pemerintah menyebabkan
jumlah peserta akan sangat terbatas, sementara melalui pendidikan formal maka
jumlah peserta akan lebih rasional ketimbang sosialisasi oleh pemerintah maupun
masyarakat.
Untuk mewujudkan pendidikan
politik dalam pendidikan formal tentunya bukanlah pekerjaan sederhana
diperlukan sebuah pedoman baku dalam bentuk kurikulum yang jelas, dan mampu
membentuk siswa yang “good citizen”, sementara itu kurikulum yang bersifat
nasional menyebabkan perbedaan kekayaan budaya setiap daerah sebagai sumber
daya kultural yang potensial untuk membentuk kepribadian siswa tidak menjadi
sumber mata pelajaran.
Beranjak dari pemasalahan
tersebut, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik pernah mencetuskan ide untuk
memunculkan nilai-nilai kearifan lokal dalam mata pelajaran di persekolahan,
hal ini menurut kami sangat brilian, karena selain memberikan pemahaman
dogmatis tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bersifat umum
nasional, melalui muatan lokal berupa nilai-nilai kearifan lokal, siswa akan
mampu memahami kepribadian kedaerahan yang unik di setiap daerah yang akan
memperkaya nilai-nilai kebangsaan yang termasuk di dalamnya budaya politik dan
pemahaman politik siswa.
Pendidikan kearifan lokal dinilai
akan memberikan peran optimal dalam pembentukan karakter dan kepribadian
politik masyarakat karena selain budaya yang bersifat nasional yang diakui sama
oleh setiap derah, kearifan lokal yang berbeda memberikan nilai-nilai unik bagi
kepribadian masyarakat yang melengkapi atau memperkaya kepribadian bangsa
termasuk didalamnya sisi-sisi politis.
Berdasarkan seluruh informasi
tersebut maka kami menyimpulkan bahwa strategi yang efektif dalam rangka
meningkatkan pemahaman politik masyarakat perlu dilaksanakan melalui pendidikan
formal melalui dua mata kuliah yang saling melengkapi yaitu PKN atau pendidikan
kewarganegaraan yang merupakan kurikulum nasional dilengkapi dengan pendidikan
kearifan lokal. Hal ini bertujuan untuk memperkuat kepribadian politik siswa.
Untuk mewujudkan hal tersebut
selain diperlukan kurikulum yang bersifat nasional yang saat ini telah ada
dibutuhkan kurikulum yang bersifat lokal. Oleh karena itu perlu dipikirkan
bagaimana kurikulum lokal ini disusun dan diterapkan sehingga memperkuat tujuan
utama pendidikan politik yaitu membentuk kepribadian politik.
IV.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Partisipasi
politik masyarakat di Kabupaten Garut selama kurun waktu 2013-2014 dapat
dikatakan stabil bahkan meningkat hal ini ditunjukan melalui data partisipasi
pemilu bupati/wakil bupati dan gubernur/wakil gubernur yang menunjukkan angka
62,28% dan 65,24% pada Tahun 2013 yang kemudian meningkat menjadi 69,24% pada
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Anggota Legislatif pada Tahun 2014.
Pendidikan
politik bagi Generasi Muda di Kabupaten Garut selama ini dilakukan melalui
media formal pendidikan sekolah dan media sosialisasi oleh pemerintah dan
masyarakat. Peran pemerintah dan organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan
pendidikan politik dinilai masih rendah karena beberapa hambatan diantaranya
adalah keterbatasan anggaran dan kurang berfungsinya partai politik dan
organisasi kemasayarakatan.
Strategi
terbaik dalam peningkatan pemahaman politik masyarakat adalah melalui
pengoptimalan sarana pendidikan formal dan sosialisasi oleh pemerintah, partai
politik dan masyarakat. Berkenaan dengan pendidikan formal perlu disusun sebuah
kurikulum khusus setiap daerah dalam rangka pengajaran nilai-nilai kearifan
lokal untuk memperkuat budaya dan kepribadian politik masyarakat atau siswa.
Saran
Berdasarkan
seluruh penjelasan makalah ini maka saran kami adalah :
1. Pengoptimalan
peran partai politik dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan pendidikan politik;
2 2. Pengajaran
kearifan budaya lokal dalam pengajaran formal di sekolah dan perguruan
tinggi.
No comments:
Post a Comment