Makalah Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut
Dalam Rangka Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Keberadaan Organisasi
Kemasyarakatan di Indonesia dewasa ini telah menunjukkan perkembangan yang
sangat signifikan setidaknya dari sisi kuantitas. Data kementerian dalam negeri
menunjukkan hingga tahun 2010 saja tercatat 364[1]
organisasi kemasyarakatan mendaftarkan keberadaaannya kepada pemerintah melalui
direktorat kesatuan bangsa, sebuah angka yang cukup spektakuler jika
dibandingkan dengan jumlah organisasi tersebut semasa 32 tahun pemerintahan
otoriter Orde Baru.
Kondisi ini serupa dengan yang
terjadi di Kabupaten Garut. Berdasarkan data pada Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Garut, jumlah organisasi kemasyarakatan di wilayah Kabupaten
Garut telah mencapai angka 320 organisasi (September,2015)[2].
Peran organisasi kemasyarakatan
sendiri sesungguhnya merupakan peran yang strategis terutama dalam kerangka
negara demokrasi. Sebagai organisasi sukarela yang dibentuk oleh masyarakat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan[3]
maka keberadaan organisasi ini penting dalam membangun kesadaran masyarakat
dalam partisipasi pembangunan dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan oleh negara.
Akan tetapi karena ia adalah
sebuah organisasi maka aspek aspek organisasional seperti sumber daya manusia,
anggaran, manajemen dan sarana prasarana organisasi akan menentukan kapasitas
organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan fungsinya tersebut. Lemahnya
faktor-faktor organisasional ormas tersebut akan membawa kepada lemahnya
kapasitas ormas dalam menggalang partisipasi dan kontrol terhadap jalannya
kekuasaan negara.
Lebih jauh lagi lemahnya
kapasitas organisasi dari organisasi kemasyarakatan akan mempengaruhi jalannya
pemerintahan oleh negara sehingga menyebabkan apa yang disebut Huntington
sebagi excess of demokrasi, yakni
sebuah kondisi dimana kebebasan yang dinikmati seluruh warga negara menciptakan
kegamangan akan siapa yang sesungguhnya berwenang atas negara[4].
Hal ini terjadi karena peran
ormas sebagai kontrol dan sarana partisipasi masyarakat menjadi bias dan mudah
ditunggangi oleh berbagai kepentingan kelompok tertentu. Anggaran misalnya,
kelemahan aspek anggaran pada sebuah ormas akan memberikan peluang bagi
kelompok kepentingan tertentu untuk menggunakan ormas tersebut bagi kepentingan
mereka.
Sejarah perkembangan organisasi
kemasyarakatan di dunia ketiga (kelompok selatan) menunjukkan kecenderungan
negatif tersebut seperti diantaranya yang terjadi di sebagian besar negara
afrika. Organisasi kemasyarakatan di wilayah tersebut telah lama dicurigai
sebagai perantara kepentingan orang-orang eropa untuk mempertahankan pengaruh mereka
di negara-negara afrika[5].
Atau juga dengan apa yang terjadi
di armenia dimana beberapa organisasi adalah kaki tangan pemerintah untuk
melanggengkan kekuasaannya (pocket NGOs)[6]
Semua itu terjadi karena
organisasi kemasyarakatan memiliki kelemahan pada sisi organisasional mereka.
Kurangnya anggaran, rendahnya sumber daya manusia, lemahnya aspek manajerial
serta sarana pra sarana adalah aspek-aspek organisasional yang akan menentukan
kapasitas organisasi kemasyarakatan secara umum.
Di indonesia sendiri bukanlah
rahasia umum lagi bahwa keberadaan beberapa organisasi kemasyarakatan adalah
refresentasi dari kepentingan beberapa kelompok kekuasaan, meskipun tidak dapat
dipungkiri bahwa terdapat juga genuin
organisation (ormas sesungguhnya).
Atau pada beberapa kasus terjadi
perubahan haluan dari organisasi kontrol menjadi organisasi pendukung (pocket organisation), yang terjadi
karena organisasi tidak dapat memenuhi kebutuhan sumber daya organisasi,
sehingga alih-alih menjadi alat kontrol, organisasi ini justru bekerja sama dan
mengambil manfaat dari kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Oleh karena itu kapasitas
organisasional sebuah ormas, akan menentukan konsistensi sebuah organisasi
kemasyarakatan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Semakin kuat empat aspek
organisasional (anggaran, sumber daya manusia, manajemen dan sarana parasarana)
semakin kuat peran organisasi ini dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai
kontrol dan katalisator partisipasi, begitupun sebaliknya.
Disinilah peran pemberdayaan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah menjadi begitu bermakna. Idealnya
pemberdayaan organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah/pemerintah daerah
memiliki tujuan meningkatkan kemandirian organisasi tersebut sehingga mampu
menjadi organisasi yang kuat dan mandiri.
Dengan kemandirian tersebut maka
ia akan mampu menjalankan peran sesungguhnya dapat benar-benar bersifat
independen.
Oleh karena latar belakang itu,
maka menarik untuk dikaji bagaimana kebijakan pemerintah (pemerintah Kabupaten
Garut) dalam melakukan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan.
1.2. Permasalahan
Permasalahan yang ingin dijawab
dalam makalah ini adalah :
1. Apa
sajakah dasar hukum pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut?
2. Apa
sajakah bentuk-bentuk pemberdayaan organisasi kemasyarakat yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Garut?
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui dasar-dasar hukum pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di
Kabupaten Garut.
3. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan organisasi kemasyarakatan yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Garut.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN GAMBARAN UMUM
2.1. Tinjauan Teoritis
A. Pengertian dan fungsi
Organisasi Kemasyarakatan
Vakil dalam Lewis dan Kanji yang
mendefinisikan organisasi kemasyarakatan sebagai:
“NGOs are self-governing, private, not-for-profit organizations that are
geared to improving the quality of life for disadvantaged people”.[7]
“Organisasi Kemasyarakatan adalah
independen, bersifat pribadi, organisasi non-profit yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat tertinggal/tidak mampu”.
Sementara itu dalam Undang-Undang
nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan Pemerintah Indonesia
mendefinisikan bahwa organisasi kemasyarakatan adalah :
“organisasi yang didirikan dan
dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan,
kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya
tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”. [8]
Berdasrkan beberapa pengertian
tersebut maka penulis mengambil istilah organisasi kemasyarakatan sebagai
organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Lebih lanjut lagi pemerintah
menggariskan bahwa organisasi kemasyarakatan bersifat sukarela, sosial,
mandiri, nirlaba, dan demokratis.[9] Dan berfungsi sebagai :
a. penyalur
kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi;
b. pembinaan
dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi;
c. penyalur
aspirasi masyarakat;
d. pemberdayaan
masyarakat;
e. pemenuhan
pelayanan sosial;
f.
partisipasi masyarakat untuk memelihara,
menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. pemelihara
dan pelestari norma, nilai,
dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. [10]
B. Perkembangan Organisasi
Kemasyarakatan
Untuk memahami bagaimana hubungan
antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan hendaknya kita terlebih dahulu
memahami proses lahirnya organisasi kemasyarakatan. Secara historis organisasi
kemasyarakatan di Indonesia atau negara dunia ketika lainnya seringkali disebut
sebagai organisasi kemasyarakatan selatan.
Secara karakter organisasi
kemasyarakatan selatan lahir terlebih dahulu dibandingkan negara. sebagaimana
di Indonesia organisasi kemasyarakatan seperti Syarikat Islam, Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah lahir terlebih dahulu sebelum negara diproklamirkan. Kondisi
itu menyebabkan terjadinya tumpang tindih garakan organisasi kemasyarakatan
dengan organisasi politik.[11]
Ormas sebagaimana makna definisi
yang diajukan oleh para ahli hendaknya adalah sebuah organisasi nirlaba, non
politik, non partisan. Akan tetapi sejarah budi utomo yang pada mulanya
merupakan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan kemudian
merubah orientasi menjadi alat pergerakan, menunjukkan bahwa ormas di Indonesia
berevolusi menjadi kekuatan politik.
Pada masa orde baru pemerintah
melaksanakan kebijakan pemisahan antara organisasi kemasyarakatan dan
organisasi politik. Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang nomor
3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya juga dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam kedua
Undang-Undang tersebut ormas dan orpol memiliki bidang tugas dan bentuk yang
dibedakan.
Setelah tumbangnya rezim otoriter
orde baru, dilingkupi oleh semangat kebebasan yang tinggi peran dan fungsi
ormas yang seyogyanya non politik tersebut kembali pudar, sehingga tumpang
tindih antara politik dan ormas murni kembali terjadi hal tersebut dibuktikan
dengan terlibatnya beberapa ormas baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses pemilihan pimpinan politik.
Salah satunya terbukti dengan
pernyataan dukungan GMBI kepada Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada
pemilihan presiden 2014 kemarin. Begitu juga dengan mencalonkannya pimpinan
organisasi kemasyarakatan dalam proses pemilihan umum.
Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh I Wayan Putra Widia Sukma dari Universitas Ganesha Singaraja pada Tahun
2013 menyebutkan bahwa organisasi kemasyarakatan telah menjadi alat bagi partai
politik untuk menarik dukungan.
kondisi di Kabupaten Garut
sesungguhnya setali tiga uang, fakta empirik menunjukkan bahwa banyak
organisasi kemasyarakatan yang meskipun tidak berafiliasi dengan partai politik
kan tetapi mereka memiliki kedekatan dengan partai politik. Pengamatan Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut menyebutkan bahwa kurang lebih 20
persen pimpinan ormas mengikuti pemilu legislatif 2014 kemarin.
Berpijak dari tinjauan historis
dan teoritis di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa seyogyanya organisasi kemasyarakatan
berperan secara nyata untuk :
a. Menyalurkan
aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b. Memberdayakan
anggota dan masyarakat;
c. Memperkuat
Persatuan dan Kesatuan
d. Memelihara
dan Melestarikan norma, nilai dan etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; serta
e. Non
politik
2.1. Gambaran Organisasi
Kemasyarakatan di Kabupaten Garut
Perkembangan organisasi
kemasyarakatan di Kabupaten Garut tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu
sektor yang berkembang sangat pesat terutama dari sisi kuantitas. Dalam periode
2006 – 2015 angka nya telah mencapai 318 organisasi[12].
Data tersebut belum merangkum data organisasi kemasyarakatan lain yang belum
mendaftarkan keberadaannya kepada pemerintah daerah.
Dalam persfektif sejarah,
perkembangan organisasi kemasyarakatan di kabupaten Garut tidaklah terlepas
dari cerita panjang kaum pergerakan di wilayah ini. Sudah semenjak jaman
penjajahan dan kemerdekaan, Garut dikenal memiliki tokoh-tokoh yang sangat
kritis terhadap pemerintah jaman itu seperti KH. Anwar Musaddad dan KH. Yusuf
Taziri. Bahkan Garutpun dikenal sebagai basis perjuangan Krtosuwiryo untuk
mendirikan negara Islam di Jawa Barat.
Dari aspek organisasional, peningkatan
jumlah ormas di Kabupaten Garut tidaklah disertai dengan peningkatan kapasitas
organisasi hal tersebut salah satunya ditandai dengan ketergantungan ormas
terhadap anggaran bantuan dari pemerintah daerah.
Berdasarkan data Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Kabupaten Garut organisasi sedikitnya 80 proposal permohonan
bantuan masuk ke dinas ini setiap tahunnya. Angka tersebut belum termasuk
organisasi yang menyampaikan permohonan kepada pemerintah daerah melalui dinas
atau badan lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa dari sisi anggaran sebagian
besar organisasi kemasyarakatan mengandalkan bantuan daerah untuk melaksanakan
kegiatan ataupun melengkapi sarana pra sarananya.
Begitupun dari aspek sarana pra
sarana, berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut,
hampir 80 % organisasi kemasyarakatan tidak memiliki kesekretariatan.( 65% rumah
anggota dan 15% sewa (kontrak).
Dari sisi sumber daya manusia,
minimnya kegiatan pengembangan sumber daya manusia dialami oleh hampir 90%
ormas yang ada di Kabupaten Garut. Hal tersebut ditunjukan oleh hasil
verifikasi yang dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Garut, yang menunjukkan bahwa 90% ormas/LSM di Kabupaten Garut belum pernah
melakukan pembinaan kader (kaderisasi) bagi para anggotanya.
Seluruh fakta tersebut memperkuat
asumsi bahwa kapasitas organisasional ormas belumlah seberkembang kuantitasnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menyampaikan
beberapa dasar hukum yang mendasari kewenangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan pemberdayaan organisasi kemasayarakatan di Kabupaten Garut.
Selanjutnya atas dasar kewenangan
tersebut, penulis menggambarkan berbagai bentuk fasilitasi dan pemberdayaan
organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut untuk kemudian melakukan analisa
terhadap berbagai kekuatan (sisi positif) dan kelemahan (sisi negatif) yang
lahir, dampak dari kebijakan tersebut.
3.1.
Dasar Hukum Pengelolaan Organisasi
Kemasayarakatan oleh Daerah
a.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Ketentuan yang melandasi
pelaksanaan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan yang saat ini masih berlaku
di Kabupaten Garut, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Meskipun ketentuan ini telah dirubah oleh ketentuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 akan tetapi berkenaan dengan pemberdayaan
organisasi kemasyarakatan masih menggunakan ketentuan lama itu.
Hal tersebut dikarenakan
keberadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut masih merupakan
perangkat daerah. Hal ini berbeda dengan ketentuan UU 23 yang mengamanantkan
bahwa instansi yang memiliki kewenangan urusan pengembangan wawasan kebangsaan,
penanganan konflik dan ketahanan nasional adalah merupakan instansi vertikal
yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
b.
Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 September 2014, yang
merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Undang-undang ini membagi urusan
pemerintahan ke dalam 3 bentuk yaitu :
1. Urusan
Pemerintahan Absolut (Urusan Pemerintah Pusat)
2. Urusan
Pemerintahan konkuren (Urusan Pemerintahan yang dibagi antara pemerintah dan
pemerintah daerah)
3. Urusan
Pemerintahan Umum (Urusan presiden sebagai kepala pemerintahan)
Undang-undang ini merupakan
ketentuan pengganti atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Dalam undang-undang terdahulu ini urusan pemberdayaan organisasi
kemasyarakatan merupakan termasuk ke dalam rumpun urusan Kesatuan Bangsa dan
Politik.
Dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 urusan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan, belum jelas
tergambar karena jika kita melihat ketentuan urusan kesatuan bangsa yang
termasuk dalam rumpun pemerintahan umum (urusan presiden sebagai kepala pemerintahan)
tidak tercantum kaitan dengan pemberdayaan ormas.
Jikapun dapat ditarik asumsi maka
urusan pemberdayaan masyarakat ini masuk ke dalam urusan konkuren karena
terdapat pasal yang berkaitan dengan ormas yaitu pasal 354 bab XIV tentang
Partisipasi Masyarakat ayat 2 yang berbunyi :
2. Dalam
mendorong partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Daerah:
a.
menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
masyarakat;
b. mendorong kelompok dan organisasi masyarakat
untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui dukungan
pengembangan kapasitas masyarakat;
c.
mengembangkan pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan
kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara efektif; dan/atau.
d. kegiatan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permasalahannya adalah jika Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik yang saat ini merupakan perangkat daerah, ditarik
menjadi instansi vertikal atas dasar undang-undang 23 Tahun 2014, maka
perangkat daerah manakah yang nanti akan melekat kewenangan pemberdayaan ormas?
c.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan
Undang-undang nomor 17 Tahun 2013
adalah undang-undang yang secara umum mengatur keberadaan organisasi
kemasyarakatan, hubungannya dengan pemerintah maupun pemerintah daerah dan
bagaimana organisasi kemasyarakatan melaksanakan tugas dan fungsinya.
Undang-Undang ini disahkan pada
22 Juli 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono, dalam perjalanannya
Undang-Undang ini banyak dikritisi dan dilakukan judicial review, dan beberapa
diantara pasal-pasalnya telah dibatalkan oleh mahkamah konstitusi.
Pemberdayaan ormas yang dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 adalah dalam bentuk
·
fasilitasi kebijakan;
·
penguatan kapasitas kelembagaan; dan
·
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
d.
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Nomor 17 telah melalui
beberapa kali judicial review di mahkamah konstitusi. Hasil dari keputusan MK
mengabulkan dan membatalkan beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut
beberapa pasal tersebut adalah Pasal 5, Pasal 8,
Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34,
Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a.
Implikasi dari perubahan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :
·
Pemerintah Daerah tidak boleh mencampuri
urusan internal organisasi;
·
Pemerintah tidak boleh membatasi ruang gerak
ormas dengan menerapkan pendaftaran sesuai ruang lingkup atau pendataan bagi
ormas
·
Ormas diberikan kebebasan untuk terdaftar atau
tidak;
·
Pemerintah tidak boleh intervensi terhadap
perkembangan suatu ormas. Hidup, berkembang dan matinya suatu ormas tidak perlu
campur tangan pemerintah, biarkan berjalan dengan alami.[13]
e.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2012 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di lingkungan
Kementerian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Peraturan ini menjadi dasar
pelaksanaan pendaftaran organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut dan
seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Adapun pendaftaran itu sendiri adalah
merupakan proses pendataan organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah daerah
dengan menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
f.
Peraturan terkait lainnya
-
Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hibah dan Bansos yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012.
-
Peraturan Bupati Garut Nomor 587 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengelolaan Hibah dan Bansos yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
3.2.
Kebijakan Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan
di Kabupaten Garut
1.
Peningkatan Kapasitas Organisasi melalui
pemenuhan Sarana Prasarana Organisasi
Salah satu
kebijakan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pemberdayaan ormas adalah
dengan memfasilitasi peningkatan sarana prasarana organisasi dalam bentuk
hibah. Mekanisme dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah dengan berpedoman pada
ketentuan pelaksanaan Hibah dari Pemerintah Daerah yaitu Peraturan Menteri
dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun
2012 dan Peraturan Bupati Nomor 587 Tahun 2011.
Tujuan dari
kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan organisasi
kemasyarakatan di Kabupaten Garut sehingga mampu melaksanakan peran dan
fungsinya.
Adapun mekanisme
pemberian hibah dapat digambarkan sebagai berikut :
No
|
Tahapan
|
Waktu
|
Hasil
|
Instansi yang terlibat
|
1
|
Penerimaan Proposal
|
Januari-Maret
|
Data Proposal
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
|
2.
|
Verifikasi Organisasi yang layak mendapatkan
Bantuan
|
Maret
|
Berita Acara Verifikasi dan Rekomendasi
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
|
3.
|
Penyampaian data Nomoinatif Penerima Hibah Kepada
Ketua TAPD
|
April
|
Daftar Nominatif Penerima Hibah
|
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
|
4.
|
Pembahasan Oleh Ketua TAPD
|
Mei
|
Hasil Pembahasan TAPD
|
TAPD
|
5.
|
Penyampaian hasil evaluasi TAPD kepada Bupati
|
Juni
|
Daftar Nominatif Penerima Bantuan Hibah
|
Bupati
|
6.
|
Pembahasan dalam KUA PPAS
|
Juni
|
KUA-PPAS
|
Bupati dan DPRD
|
7.
|
Penerbitan SK Bupati
|
Januari Tahun berikutnya
|
SK Bupati
|
Bupati, DPPKA, Bagian Hukum Sekretariat Daerah
|
Kebijakan
pelaksanaan peningkatan prasarana organisasi kemasyarakatan melalui hibah ini
telah berjalan sejak Tahun 2012, adapun organisasi kemasyarakatan yang pernah
difasilitasi selama kurun waktu dua tahun terakhir adalah :
No
|
Tahun Anggaran 2014
|
Tahun Anggaran 2015
|
1.
|
Korps
Mahawaman Kab. Garut
|
Solidaritas
Rakyat Peduli Nusantara (SORAK LINTAR)
|
2.
|
Lembaga
Komite Team
|
Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS)
|
3
|
Gerakan
Peduli Kemanusiaan (GEPAK)
|
Lembaga
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya
Manusia
|
4
|
Forum
Sosial Masyarakat Garut (Fosmaga)
|
Paguyuban
KUJANG 1
|
5
|
Lembaga
Pencinta Lingkungan Hidup Indonesia
(Metamorphosis)
|
Gerakan
Masyarakat dan Santri Peduli Garuda (GEMASPEGA) NKRI
|
6
|
Gerakan
Masyarakat Peduli Garut (GMPG)
|
Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakar (LPKSM) MADANI
|
7
|
Solidaritas
Anak Bangsa (SABA)
|
Sentra Komunikasi (SENKOM) MITRA POLRI
|
8
|
Front
Pembela Islam (FPI)
|
Solidaritas
Anak Bangsa (SABA)
|
9
|
Gerakan
Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin)
|
Angkatan
Muda Siliwangi (AMS)
|
10
|
Wahana
Kreasi Mandiri Indonesia (WKMI)
|
Sekoci
Indoratu Korda Garut
|
11
|
Lembaga
Masyarakat Mandiri;
|
Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
|
12
|
Kumpulan
Jip Anak Garut (Kujang)
|
Forum
Ikatan Janda Garut (FIJAG)
|
13
|
Gerakan
Pemuda Partai Kebangkitan Rakyat (GARDA BANGSA)
|
Riksa
Jatidiri Putra Intan (RIJAPI)
|
14
|
Laskar
Indonesia Kab. Garut;
|
|
Sumber
: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Garut
Jumlah anggaran
yang telah disalurkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut telah mencapai
kurang lebih 1.000.000,- (satu milyar) terhitung sejak Tahun 2012.
2.
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan
kapasitas sumber daya manusia organisasi kemasyarakatan menjadi perhatian
lainnya dari upaya pemerintah daerah kabupaten garut dalam memberdayakan
organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut.
Bentuk bentuk
kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia ini diantaranya :
a)
Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan;
Dilaksanakan
sejak tahun 2013 dengan jumlah seluruh peserta sebanyak 500 orang (sejak 2012-2015).
Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman anggota ormas tentang
peraturan perundang-undangan organisasi kemasyarakatan.
b)
Sosialisasi Ketahanan Bangsa bagi Ormas;
Dilaksanakan
sejak 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 700 orang (hingga saat ini). hasil
dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman anggota ormas tentang wawasan
kebangsaan dan ketahanan nasional.
c)
Pendidikan Bela Negara bagi Ormas/LSM
mulai
dilaksanakan pada Tahun 2015, diikuti oleh 300 orang peserta dari 250
organisasi kemasyarakatan. Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya semangat
bela negara serta solidaritas dan soliditas antar ormas.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pemberdayaan
organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut oleh pemerintah daerah memiliki
landasan hukum yang cukup kuat yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
sebagaimana dirubah oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 serta permendagri Nomor 33 Tahun 2012. Selain itu bentuk kegiatan
hibah kepada organisasi kemasyarakatan dilandasi oleh Peraturan Menteri dalam
Negeri nomor 32 Tahun 2011.
2. Kebijakan
pemberdayaan organisasi kemasyarakatan secara umum di Kabupaten Garut
dilaksanakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut.
Bentuk-bentuknya adalah melalui Bantuan Sarana Prasarana serta peningkatan
Kapasitas Sumber Daya Manusia Ormas.
4.2. Saran
Berdasarkan
seluruh penjelasan makalah, maka terdapat beberapa permasalahan yang
teridentifikasi, permasalahan tersebut adalah :
1.
Belum adanya kejelasan tentang perangkat daerah
yang akan menangani pemberdayaan ormas setelah berlakunya UU nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
2.
Belum terukurnya signifikansi pengaruh antara
pemberdayaan ormas oleh pemerintah daerah terhadap kinerja organisasi kemasyarakatan di
Kabupaten Garut.
Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka penulis menyarankan untuk dilakukan kajian terkait
implikasi pelaksanaan UU 23 terhadap struktur perangkat daerah yang membidangi
pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut. Selain itu perlu
juga dikaji pengaruh kebijakan pemberdayaan ormas terhadap kinerja organisasi
kemasyarakatan.
[1]
Kementerian dalam negeri tahun 2010
[2] Data
Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut hingga 30 September 2015.
[3]
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
[4]
Huntington dalam Widiartati, hal 55. FH UI. 2010
[5] Baca
NGOs a Tainted History, Firozi Manzi dan Carl O’Coil. New African.
August-September 2005.
[6] “Non
Govermental Organizations and Development” David Lewis dan Nazneen Kanji.
Routledge. London-Newyork. 2009. Hal 37.
[7]
“Non Govermental Organizations and Development” David Leweis dan Nazneen Kanji.
Routledge. London-Newyork. 2009. Hal 11.
[8]
Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 1
ayat 1.
[9]
Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 4.
[10]
Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 6.
[11]
Widiarti,Keberadaan Organisasi kemasyarakatan di Indonesia (2010;46)
[12] Data
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
[13]
Sosialisasi hasil UU Ormas pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi. (Kementerian
Dalam Negeri) 7 Oktober 2015.
No comments:
Post a Comment