Tuesday, January 20, 2015

Pendidikan Politik bagi Generasi Muda di Kabupaten Garut



I.        Pendahuluan

1.1.   Latar Belakang

Sejak reformasi bergulir pada pertengahan mei 1999 Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai sebuah negara demokrasi baru. Sebuah tatanan negara yang lepas dari bentuk bentuk  monopoli kekuasaan baik oleh satu orang (monokrasi) segelintir orang (oligarki) ataupun oleh sebuah garis keturunan tertentu (Monarkhi), akan tetapi pernyataan tersebut tidak akan bermakna apapun tanpa disertai dengan tindakan nyata terhadap perubahan peraturan perundang-undangan dan implementasi kebijakan yang searah dengan tekad dan tujuan yang telah diproklamirkan tersebut.
Menyadari hal tersebut Bangsa indonesia melalui pemerintah dan lembaga legislatif menyusun perangkat peraturan terkait, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah bahkan kepada perangkat konstitusional UUD 1945, semua itu dilaksanakan dengan satu tujuan  menciptakan Indonesia yang lebih demokratis.
Selama periode reformasi yang telah berjalan kurang lebih 15 Tahun bangsa ini telah bekerja keras mencurahkan segala daya upaya, keringat dan perhatian kepada tujuan tersebut, dan hal itu sepertinya tidak berjalan percuma , setidaknya di atas kertas , hal ini ditunjukan dari berbagai pujian yang dialamatkan kepada Indonesia oleh dunia Internasional. Bahkan Presiden Barack Obama sang pemimpin negara adi kuasa the United State of America, menyampaikan kekagumannya terhadap pelaksanaan demokrasi khususnya pemilu di Indonesia, dan Indonesiapun dijuluki sebagai salah satu negara demokrasi terbesar.
Memperhatikan perjalanan demokratisasi di Indonesia, menarik untuk dikaji apakah anggapan dunia internasional terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu benar adanya? Atau apakah sesungguhnya semua itu hanya terlihat di permukaan saja? Perdebatan tersebut akan kami bahas dalam makalah ini dengan terlebih dahulu memusatkan perhatian khusus terhadap salah satu indikator keberhasilan demokrasi yaitu terciptanya pendidikan politik yang merata bagi seluruh masyarakat. Untuk lebih memberikan pengamatan yang mendalam kami akan membahas mengenai pendidikan politik bagi generasi muda dalam hal ini mahasiswa yang telah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum lebih khusus di Kabupaten Garut.
Selanjutnya untuk memperjelas permasalahan yang kami kaji, perlu kami sampaikan bahwa setiap pelaksanaan pemilihan umum partisipasi masyarakat dalam pemilu cenderung menurun, bedasarkan data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut data partisipasi pemilu adalah sebagai berikut :

DATA PARTISIPASI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, ANGGOTA LEGISLATIF, GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT, DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI DI KABUPATEN GARUT

NO
PEMILU
GARUT
1
Presiden dan Legislatif Tahun 2009
70 %
2.
Presiden dan Legislatif Tahun 2014
69,28 %
3.
Gubernur Tahun 2008
67 %
4.
Gubernur Tahun 2013
65,96 %
5.
Bupati Tahun 2008
74 %
6.
Bupati Tahun 2013
62,28 %
Badan Kesbangpol Garut (dengan pembulatan)
Dalam data yang kami kumpulkan berkenaan dengan angka pasti partisipasi generasi muda memang tidak kami temukan, akan tetapi kami berasumsi bahwa tren yang ada akan serupa dengan data di atas.
Berkenaan dengan aktivitas politik lain yang dilaksanakan oleh generasi muda terutama mahasiswa dalam menggunakan hak politiknya, maka kita temui adanya kecenderungan kearah pengunaan hak politik secara tidak bertanggung jawab, seperti yang kita temui di makassar  pada saat mahasiswa melakukan demo terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang berujung kematian satu orang warga, atau penggunaan media sosial yang bernada menghina seperti yang dilakukan salah seorang mahasiswa, yang berujung dilakukannya proses hukum. (Tempo dan Sindo Desember 2014).
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa pendidikan politik di kalangan generasi muda masih minim, sehingga generasi muda belum mampu memahami hak-hak politiknya secara bertanggung jawab.
Berkenaan dengan pendidikan politik bagi generasi muda, maka data yang kami terima dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik di Kabupaten Garut sebagai salah satu lembaga pemerintah yang berwenang melaksanakan pendidikan politik adalah sebagai berikut :
DATA JUMLAH PESERTA KEGIATAN PENDIDIKAN POLITIK BAGI MAHASISWA
DI KABUPATEN GARUT

NO
TAHUN 2012
TAHUN 2013
TAHUN 2014
JUMLAH
1
400
400
300
1100
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
Jumlah 1100 tentunya sangat minim dibandingkan jumlah keseluruhan mahasiswa yang ada di Kabupaten Garut, hal tersebut memperkuat dugaan kami bahwa pendidikan politik bagi generasi muda masih minim.

1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam makalah ini adalah :
a.         Bagaimana partisipasi politik generasi muda di Kabupaten Garut saat ini ?
b.         Bagaimana pendidikan politik bagi generasi muda di Kabupaten Garut ?
c.          Hambatan dalam pendidikan politik bagi generasi muda di Kabupaten Garut ?
d.         Bagaimana Metode efektif pendidikan politik bagi generasi Muda di Kabupaten Garut ?


II.             LANDASAN TEORI

Sebelum melakukan pembahasan mendalam terhadap permasalahan yang dianalisa dalam makalah ini, perlu kiranya disajikan landasan teoritis terkait politik untuk dapat memperjelas permasalahan politik yang ada dalam makalah ini.

2.1.   Pengertian Politik dan aktivitas politik

Secara terminologi politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis atau negara kota, hal ini merujuk pada perkembangan awal politik yang dimulai dari peradaban yunani kota yaitu di negara kota seperta athena. Sementara itu secara etimologi, beberapa ahli mengemukakan pendapat yang beragam akan tetapi memiliki makna yang serupa yaitu berupa kegiatan dalam mempertahankan dan merebut kekuasaan. Seperti beberapa pendapat ahli berikut ini :
1.       Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.
2.       Roger  F.Soltau, politik adalah ilmu yang mempelajari Negara,tujuan-tujuan Negara, dan lembaga-lembaga Negara yang akan melaksanakan tujuan tersebut serta hubungan antara Negara dengan warga negaranya serta Negara lain.
3.       Robert, politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia.
4.       W.A Robson, politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil.
5.       Paul Janet, politik adalah ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip-prinsip pemerintahan
6.       Harold Laswell, politik adalah ilmu yang mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.
7.       Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan  kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa politik adalah merupakan ilmu dan proses dalam mengatur negara yang didalam berisi pembagian kekuasaan antara pemerintah dan rakyatnya serta interaksi diantara kekuasaan tersebut.
Berangkat dari pengertian dasar politik tesebut maka aktivitas politik bukanlah merupakan monopoli pemerintah atau partai politik melainkan dapat pula berupa peran serta masayarakat dalam upaya melaksanakan penyelenggaraan negara dan mencapai tujuan bersama. Terutama dikaitkan dengan sistem pemerintahan demokratis maka rakyat secara bebas dapat melakukan aktivitas politik sesuai dengan kapasitas dan perannya. Kegiatan politik berupa perumusan dan pelaksanaan kebijakan tidak dapat terlepas dari peran serta dan partisipasi masyarakat atau rakyat di dalamnya.

2.2.   Pendidikan Politik
Istilah pendidikan politik semakin populer seiring perkembangan demokrasi di indonesia yang cukup pesat, akan tetapi untuk memberikan pijakan kuat terhadap analisa makalah yang disusun ini perlu kiranya kami membahas secara mendalam tentang konsep pendidikan politik yang dikemukakan oleh para ahli, sehingga tercipta kesatuan persepsi tentang pendidikan politik yang menjadi permasalahan pada makalah ini.
 
Alfian (1981:235) mengatakan bahwa:

 "pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka rnemahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun".
Sementara itu Rusadi Kartaprawira (1988:54) mengartikan pendidikan politik sebagai "upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya."
Dari dua pengertian tersebut maka dapat disumpulkan bahwa pendidikan politik adalah sebuah proses untuk mengembangkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam politik.  Almond mengatakan bahwa peran utama pendidikan politik adalah memelihara (maintenance atau persistance) sistem politik sebuah negara. berfungsi sebagai nation and character building sebuah negara serta bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajibannya tentang hak dan kewajibannya sesuai konstitusi.
Berkaitan dengan sarana pendidikan politik almond menjelaskan bahwa keluarga, sekolah, kontak pergaulan; pekerjaan, media massa dan kontak-kontak politik langsung merupakan sarana dalam melaksanakan pendidikan politik.
Selanjutnya melihat tipe-tipe pendidikan politik maka terdapat dua macam pendidikan politik yakni tipe pendidikan politik tak langsung dan pendidikan politik langsung. Pendidikan politik bersifat langsung apabila melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai, atau perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah-sekolah merupakan contoh dari pendidikan politik langsung. Sedangkan pendidikan politik tak langsung sangat kuat berlangsung di masa anak-anak sejalan dengan berkembangnya sikap penurut atau pembangkang terhadap orang tua, guru, dan teman, yaitu sikap-sikap yang cenderung mempengaruhi sikap di masa dewasa terhadap pemimpin-pemimpin politiknya dan terhadap sesama warga negara.
tipe sosialisasi (pendidikan) politik langsung dan tidak langsung terbagi kedalam beberapa tipe yakni tipe sosialisasi politik langsung terdiri atas: imitation, anticipatory socialization, political education, dan political experience. Sedangkan tipe sosialisasi politik todak langsung terdiri dari: interpersonal transferece, appereniceship, generalization.

·         Imitation adalah sosialisasi politik dengan model meniru. Metode ini paling banyak dilakukan. Yang ditiru bisa berupa tingkah laku politik, ketrampilan politik, harapan-harapan politik, serta sikap politik. Modal dasar untuk dapat melakukan belajar politik dengan metode meniru adalah mobilisasi dan komunikasi. Contoh anak-anak pada umumnya memilih partai politik meniru pilihan orang tuanya.
·         Anticipatory Socialization, metode ini pada dasarnya dilakukan dengan cara menyiapkan diri tentang peran politik yang diinginkan. Misalnya orang tua atau guru dapat mendefinisikan peranan warga negara yang baik, sehingga anak dapat mengantisipasi peran yang dituntut oleh sistem politik nasionalnya.
·         Political Education, metode ini dilakukan dengan dialogis, terbuka, rasional. Contohnya di sekolah lewat Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuannya untuk mewujudkan ”good citizen”. Dilakukan dengan pendekatan ilmiah bukan dengan cara indoktrimasi.
·         Political Experiance. Metode ini menekankan adanya kontak politik langsung, dengan para pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
·         Interpersona Transference. Pengalaman hubungan pribadi dengan orang tua dalam keluarga, ataupun dengan guru di sekolah, akan menjadi pengalaman anak kelak berhubungan dengan figur penguasa.
·         Apperenticeship(magang). Aktivitas-aktivitas non-politik dijadikan sarana sebagai praktek magang untuk aktivitas politik. Misalnya aktivitas dalam kepramukaan, aktivitas di oraganisasi sekolah, dan organisasi kenasyarakatan adalah bentuk penting dalam pembelajaran politik.
·         Generalization. Nilai-nilai umum yang dianut masyarakat memainkan peran penting dalam membentuk budaya politik dalam suatu masyarakat.








III.                PEMBAHASAN
3.1. Partisipasi Politik Generasi Muda
Menganalisa aktivitas politik generasi muda maka tidak dipungkiri bahwa aktivitas mereka terbagi ke dalam dua tipe yakni generasi muda yang aktif menggunakan hak-hak politiknya dan di sisi lain generasi muda yang enggan menggunakan hak politiknya. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas politik generasi muda sebagian besar disalurkan melalui dua sarana yakni organisasi kampus dan organisasi kemasyarakatan. Menganalisa partisipasi politik baik di kampus maka terdapat beberapa kesimpulan diantaranya.
3.1.1.        Kecenderungan Aktivitas/Partisipasi politik Generasi Muda
Berkembang pesatnya demokrasi dan segala euforianya menyebabkan aktivitas politik generasi muda dewasa ini berkembang sangat dinamis hal ini ditunjukkan melalui perkembangan organisasi kemahasiswaan dan organisasi kemasyarakatan. Berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang berada di Kabupaten Garut  hingga tahun 2014 sebanyak 288 Organisasi, hal itu berarti berkembang hampir 150 % dibandingkan Tahun 2012 yaitu sebanyak 140 ormas.
Sayangnya berdasarkan penjelasan salah satu nara sumber di Kabupaten Garut, jumlah organisasi sebanyak itu tidak diikuti dengan peningkatan kualitas organisasional, yang ditunjukkan dengan ketergantungan organisasi-organisasi tersebut terhadap bantuan dan fasilitasi pemerintah daerah.  Hal ini berimplikasi terhadap minimnya kegiatan pendidikan politik yang dilaksanakan organisasi tersebut terhadap anggotanya.
Di sisi lain sangat terlihat bahwa, kecenderungan aktivitas politik generasi muda sebagian besar berbentuk penyampaian pendapat melalui unjuk rasa, dan tidak jarang berujung pada tindakan anarkis. Di garut hal ini sangat terlihat pada saat pelaksanaan demonstrasi yang menuntut pengunduran diri Bupati Garut Aceng Fikri pada Desember 2012. Pada saat itu intensitas unjuk ras yang direkam Badan Kesatuan Bangsa dan politik Kabupaten Garut adalah sekitar 20 unjuk rasa per bulan selama 2 bulan. Diantaranya 50% berujung anarkis. Atau saat unjuk rasa menuntut pengunduran diri Sekretaris Daerah beberapa bulan sebelumnya yang dikenal dengan peristiwa “Garut Berdarah” karena menyebabkan bentrok antara aparat kepolisian dan mahasiswa dan mencederai beberapa orang dari kedua belah pihak.
Berdasarkan fakta tersebut maka kami melihat adanya kecenderungan negatif dalam penyampaian pendapat di muka umum oleh organisasi kepemudaan (orkemas) yang lebih menekankan pada penggunaan unjuk rasa sebagai salah satu sarana penyampaian pendapat.
3.1.2.        Tingkat Partisipasi Politik Generasi Muda di Kabupaten Garut
Partisipasi politik yang kami bicarakan pada subbab ini adalah partisipasi politik dalam bentuk penggunaan hak pilih pemuda dalam pelaksanaan pemilu, baik pemilu bupati/wakil bupati, gubernur/wakil gubernur serta kegiatan pemilu lainnya.
Berdasarkan data badan kesatuan bangsa tingkat partisipasi pemilu di kabupaten garut cenderung menurun berikut datanya :
NO
PEMILU
GARUT
1
Presiden dan Legislatif Tahun 2009
70 %
2.
Presiden dan Legislatif Tahun 2014
69,28 %
3.
Gubernur Tahun 2008
67 %
4.
Gubernur Tahun 2013
65,96 %
5.
Bupati Tahun 2008
74 %
6.
Bupati Tahun 2013
62,28 %

Dari data tersebut jelas terlihat terjadinya penurunan partisipasi politik di kabupaten Garut secara umum. Secara khusus data terkait partisipasi politik di kalangan generasi muda tidak dapat kami temukan.
3.2.   Pendidikan Politik bagi Generasi Muda di Kabupaten Garut
Pendidikan politik bagi generasi muda di garut selama ini berjalan melalui dua media yaitu pendidikan yang bersifat formal oleh sekolah dan perguruan tinggi dalam Mata Kuliah PKN atau pendidikan Kewarganegaraan dan sosialisasi atau seminar yang dilaksanakan oleh pemerintah, partai politik dan organisasi kemasayarakatan.
Pendidikan kewarganegaraan yang selama ini menjadi mata pelajaran di sekolah ataupun mata kuliah di perguruan tinggi merupakan kurikulum yang bersifat nasional, sementara itu perbedaan budaya dan kearifan lokal di setiap daerah tidak diakomodasi oleh sistem pendidikan nasional. pendidikan budaya atau muatan lokal yang selama ini diterapkan di sistem pendidikan dasar lebih fokus pada pengetahuan dan keahlian seni maupun budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah belum fokus pada penghayatan terhadap nilai kearifan yang terkandung di dalam seni dan budaya tersebut.
Sehingga siswa belum mampu memahami bagaimana pengaruh seni budaya yang dikembangkan oleh para pendahuluny mempengaruhi kebudayaan daerah. Hal ini menyebabkan terjadi dekadensi dan penurunan moral di kalangan generasi muda. Dan semakin permisifnya masyarakat terhadap berbagai pelanggaran norma sosial yang berkembang di masyarakat. Sebagai contoh hubungan antara orang tua dan anak saat ini begitu longgar sehingga menyebabkan lemahnya kemampuan orang tua dalam mengarahkan anaknya. Hal ini disebabkan karena norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat luput dari perhatian sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu pengajaran nilai kearifan lokal dalam peningkatan pemahaman politik masyarakat mutlak diperlukan. Hal tersebut selama ini hanya dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui SKPD Badan Kesatuan Bangsa dan Politik yang tentu saja sangat terbatas. Ke depan perlu dilaksanakan oleh unsur pemerintah dan masyarakat lainnya.
Media lain dalam pelaksanaan pendidikan politik di Kabupaten Garut adalah melalui sosialisasi atau seminar yang dilakukan oleh pemerintah daerah, partai politik dan masyarakat (organisasi kemasayarakatan). Pemerintah daerah melalui perangkat daerah yang berwenang dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan politik melaksanakan kegiatan pendidikan politik secara reguler berikut datanya :
NO
INSTANSI PELAKSANA
TAHUN
JUMLAH PESERTA
1
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
2012
400
2
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
2013
400
3
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
2014
300
Jumlah
1100
Sumber : Bakesbangpol Kab. Garut


3.3.   Hambatan pelaksanaan Pendidikan Politik di Kabupaten Garut
Berdasarkan penjelasan nara sumber dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut maka ditemukan beberapa hambatan dalam pelaksanaan pendidikan politik bagi Generasi Muda yang menghambat perkembangan pemahaman politik generasi muda.
1.       Minimnya Anggaran ;
2.       Minimnya peran partai politik dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan politik;
3.       Minimnya peran organisasi kemasayarakatan dalam pelaksanaan pendidikan politik.
Pendidikan politik sebagaimana disampaikan sebelumnya bukanlah merupakan semata-mata kewajiban pemerintah, akan tetapi kewajiban seluruh elemen masyarakat termasuk di dalamnya partai politik dan organisasi kemasyarakatan.
Partai politik sepertinya belum mampu memerankan fungsinya sebagai salah satu sarana pendidikan politik yang efektif hal ini diperlihatkan dengan minimnya jumlah pelaksanaan kegiatan sosialisasi atau pendidikan politik baik bagi anggota maupun masyarakat secara umum.
Memang diperlukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan hal tersebut, akan tetapi gambaran sejauh ini peran partai politik hanya berfungsi sebagai rekruitmen politik bagi pengisian jabatan-jabatan politik semata, itupun dengan metode yang sedikit tidak terkonsep dengan jelas. Faktanya banyak calon legislatif atau pimpinan daerah yang bukan merupakan kader partai politik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa partai politik belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen dan sosialisasi politik di tengah-tengah masyarakat.
Di sisi lain organisasi kemasyarakatan yang juga dapat berfungsi sebagai media sosialisasi politik belum mampu menjalankan fungsi tersebut dengan optimal. Tercatat di bakesbangpol hanya segelintir organisasi yang melaksanakan kegiatan serupa pendidikan politik berikut datanya :
NO
NAMA ORGANISASI
KEGIATAN
TAHUN PELAKSANAAN
1
LKTKN
SOSIALISASI PERATURAN KEAGAMAAN (JAI) DI KABUPATEN GARUT
2013
2
KNPI
SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEPEMUDAAN
2012
3
PWI
SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
2013
Sumber : Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut

Data di atas menunjukkan bahwa dari 288 organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut hanya tiga organisasi yang tercatat melaksanakan kegiatan serupa pendidikan atau sosialisasi politik.

3.4.   Strategi pendidikan politik yang efektif bagi Generasi Muda di Kabupaten Garut
Sebelumnya Almond mengemukakan bahwa pendidikan politik yang efektif ditempuh melalui pendidikan yang bersifat formal, beranjak dari pendapat tersebut maka seyogyanya pendidikan formal. Akan tetapi hal tersebut tentunya perlu didasari argumentasi dan fakta yang kuat.  Oleh karena itu kami berpendapat bahwa melalui pendidikan formal pendidikan politik bagi masyarakat akan mampu memberikan hasil optimal dilandasi argumentasi bahwa :
1.        Pendidikan formal akan menciptakan upaya yang lebih terstruktur dan sistematis sehingga tahapannya akan lebih berjalan baik dibandingkan sosialisasi yang bersifat parsial.
2.       Kekurangan anggaran pada pemerintah menyebabkan jumlah peserta akan sangat terbatas, sementara melalui pendidikan formal maka jumlah peserta akan lebih rasional ketimbang sosialisasi oleh pemerintah maupun masyarakat.
Untuk mewujudkan pendidikan politik dalam pendidikan formal tentunya bukanlah pekerjaan sederhana diperlukan sebuah pedoman baku dalam bentuk kurikulum yang jelas, dan mampu membentuk siswa yang “good citizen”, sementara itu kurikulum yang bersifat nasional menyebabkan perbedaan kekayaan budaya setiap daerah sebagai sumber daya kultural yang potensial untuk membentuk kepribadian siswa tidak menjadi sumber mata pelajaran.
Beranjak dari pemasalahan tersebut, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik pernah mencetuskan ide untuk memunculkan nilai-nilai kearifan lokal dalam mata pelajaran di persekolahan, hal ini menurut kami sangat brilian, karena selain memberikan pemahaman dogmatis tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bersifat umum nasional, melalui muatan lokal berupa nilai-nilai kearifan lokal, siswa akan mampu memahami kepribadian kedaerahan yang unik di setiap daerah yang akan memperkaya nilai-nilai kebangsaan yang termasuk di dalamnya budaya politik dan pemahaman politik siswa. 
Pendidikan kearifan lokal dinilai akan memberikan peran optimal dalam pembentukan karakter dan kepribadian politik masyarakat karena selain budaya yang bersifat nasional yang diakui sama oleh setiap derah, kearifan lokal yang berbeda memberikan nilai-nilai unik bagi kepribadian masyarakat yang melengkapi atau memperkaya kepribadian bangsa termasuk didalamnya sisi-sisi politis.
Berdasarkan seluruh informasi tersebut maka kami menyimpulkan bahwa strategi yang efektif dalam rangka meningkatkan pemahaman politik masyarakat perlu dilaksanakan melalui pendidikan formal melalui dua mata kuliah yang saling melengkapi yaitu PKN atau pendidikan kewarganegaraan yang merupakan kurikulum nasional dilengkapi dengan pendidikan kearifan lokal. Hal ini bertujuan untuk memperkuat kepribadian politik siswa.
Untuk mewujudkan hal tersebut selain diperlukan kurikulum yang bersifat nasional yang saat ini telah ada dibutuhkan kurikulum yang bersifat lokal. Oleh karena itu perlu dipikirkan bagaimana kurikulum lokal ini disusun dan diterapkan sehingga memperkuat tujuan utama pendidikan politik yaitu membentuk kepribadian politik.




IV.                PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Partisipasi politik masyarakat di Kabupaten Garut selama kurun waktu 2013-2014 dapat dikatakan stabil bahkan meningkat hal ini ditunjukan melalui data partisipasi pemilu bupati/wakil bupati dan gubernur/wakil gubernur yang menunjukkan angka 62,28% dan 65,24% pada Tahun 2013 yang kemudian meningkat menjadi 69,24% pada pelaksanaan Pemilu Presiden dan Anggota Legislatif pada Tahun 2014.
Pendidikan politik bagi Generasi Muda di Kabupaten Garut selama ini dilakukan melalui media formal pendidikan sekolah dan media sosialisasi oleh pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dan organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan pendidikan politik dinilai masih rendah karena beberapa hambatan diantaranya adalah keterbatasan anggaran dan kurang berfungsinya partai politik dan organisasi kemasayarakatan.
Strategi terbaik dalam peningkatan pemahaman politik masyarakat adalah melalui pengoptimalan sarana pendidikan formal dan sosialisasi oleh pemerintah, partai politik dan masyarakat. Berkenaan dengan pendidikan formal perlu disusun sebuah kurikulum khusus setiap daerah dalam rangka pengajaran nilai-nilai kearifan lokal untuk memperkuat budaya dan kepribadian politik masyarakat atau siswa.
Saran
Berdasarkan seluruh penjelasan makalah ini maka saran kami adalah :
1. Pengoptimalan peran partai politik dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan pendidikan politik;
2    2. Pengajaran kearifan budaya lokal dalam pengajaran formal di sekolah dan perguruan tinggi. 


No comments:

SEBUAH BUKU TENTANG PEGAWAI NEGERI

..

terpopuler

PNS

ABDI NEGARA

ABDI MASYARAKAT