Sunday, November 8, 2015

Makalah Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut

Makalah Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut
Dalam Rangka Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut


Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia dewasa ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan setidaknya dari sisi kuantitas. Data kementerian dalam negeri menunjukkan hingga tahun 2010 saja tercatat 364[1] organisasi kemasyarakatan mendaftarkan keberadaaannya kepada pemerintah melalui direktorat kesatuan bangsa, sebuah angka yang cukup spektakuler jika dibandingkan dengan jumlah organisasi tersebut semasa 32 tahun pemerintahan otoriter Orde Baru.
Kondisi ini serupa dengan yang terjadi di Kabupaten Garut. Berdasarkan data pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut, jumlah organisasi kemasyarakatan di wilayah Kabupaten Garut telah mencapai angka 320 organisasi (September,2015)[2].
Peran organisasi kemasyarakatan sendiri sesungguhnya merupakan peran yang strategis terutama dalam kerangka negara demokrasi. Sebagai organisasi sukarela yang dibentuk oleh masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan[3] maka keberadaan organisasi ini penting dalam membangun kesadaran masyarakat dalam partisipasi pembangunan dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan oleh negara.
Akan tetapi karena ia adalah sebuah organisasi maka aspek aspek organisasional seperti sumber daya manusia, anggaran, manajemen dan sarana prasarana organisasi akan menentukan kapasitas organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan fungsinya tersebut. Lemahnya faktor-faktor organisasional ormas tersebut akan membawa kepada lemahnya kapasitas ormas dalam menggalang partisipasi dan kontrol terhadap jalannya kekuasaan negara.
Lebih jauh lagi lemahnya kapasitas organisasi dari organisasi kemasyarakatan akan mempengaruhi jalannya pemerintahan oleh negara sehingga menyebabkan apa yang disebut Huntington sebagi excess of demokrasi, yakni sebuah kondisi dimana kebebasan yang dinikmati seluruh warga negara menciptakan kegamangan akan siapa yang sesungguhnya berwenang atas negara[4].
Hal ini terjadi karena peran ormas sebagai kontrol dan sarana partisipasi masyarakat menjadi bias dan mudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan kelompok tertentu. Anggaran misalnya, kelemahan aspek anggaran pada sebuah ormas akan memberikan peluang bagi kelompok kepentingan tertentu untuk menggunakan ormas tersebut bagi kepentingan mereka.
Sejarah perkembangan organisasi kemasyarakatan di dunia ketiga (kelompok selatan) menunjukkan kecenderungan negatif tersebut seperti diantaranya yang terjadi di sebagian besar negara afrika. Organisasi kemasyarakatan di wilayah tersebut telah lama dicurigai sebagai perantara kepentingan orang-orang eropa untuk mempertahankan pengaruh mereka di negara-negara afrika[5].
Atau juga dengan apa yang terjadi di armenia dimana beberapa organisasi adalah kaki tangan pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya (pocket NGOs)[6]
Semua itu terjadi karena organisasi kemasyarakatan memiliki kelemahan pada sisi organisasional mereka. Kurangnya anggaran, rendahnya sumber daya manusia, lemahnya aspek manajerial serta sarana pra sarana adalah aspek-aspek organisasional yang akan menentukan kapasitas organisasi kemasyarakatan secara umum.
Di indonesia sendiri bukanlah rahasia umum lagi bahwa keberadaan beberapa organisasi kemasyarakatan adalah refresentasi dari kepentingan beberapa kelompok kekuasaan, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat juga genuin organisation (ormas sesungguhnya).
Atau pada beberapa kasus terjadi perubahan haluan dari organisasi kontrol menjadi organisasi pendukung (pocket organisation), yang terjadi karena organisasi tidak dapat memenuhi kebutuhan sumber daya organisasi, sehingga alih-alih menjadi alat kontrol, organisasi ini justru bekerja sama dan mengambil manfaat dari kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Oleh karena itu kapasitas organisasional sebuah ormas, akan menentukan konsistensi sebuah organisasi kemasyarakatan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Semakin kuat empat aspek organisasional (anggaran, sumber daya manusia, manajemen dan sarana parasarana) semakin kuat peran organisasi ini dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai kontrol dan katalisator partisipasi, begitupun sebaliknya.
Disinilah peran pemberdayaan oleh pemerintah atau pemerintah daerah menjadi begitu bermakna. Idealnya pemberdayaan organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah/pemerintah daerah memiliki tujuan meningkatkan kemandirian organisasi tersebut sehingga mampu menjadi organisasi yang kuat dan mandiri.
Dengan kemandirian tersebut maka ia akan mampu menjalankan peran sesungguhnya dapat benar-benar bersifat independen.
Oleh karena latar belakang itu, maka menarik untuk dikaji bagaimana kebijakan pemerintah (pemerintah Kabupaten Garut) dalam melakukan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan.

1.2. Permasalahan
Permasalahan yang ingin dijawab dalam makalah ini adalah :
1.       Apa sajakah dasar hukum pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut?
2.       Apa sajakah bentuk-bentuk pemberdayaan organisasi kemasyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1.       Untuk mengetahui dasar-dasar hukum pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut.
3.       Untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan organisasi kemasyarakatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN GAMBARAN UMUM
2.1. Tinjauan Teoritis
A. Pengertian dan fungsi Organisasi Kemasyarakatan
Vakil dalam Lewis dan Kanji yang mendefinisikan organisasi kemasyarakatan sebagai:
NGOs are self-governing, private, not-for-profit organizations that are geared to improving the quality of life for disadvantaged people”.[7]
“Organisasi Kemasyarakatan adalah independen, bersifat pribadi, organisasi non-profit yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tertinggal/tidak mampu”.
Sementara itu dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan Pemerintah Indonesia mendefinisikan bahwa organisasi kemasyarakatan adalah :
“organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,  kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”. [8]
Berdasrkan beberapa pengertian tersebut maka penulis mengambil istilah organisasi kemasyarakatan sebagai organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,  kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Lebih lanjut lagi pemerintah menggariskan bahwa organisasi kemasyarakatan bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba,  dan demokratis.[9]  Dan berfungsi sebagai :
a.       penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi;
b.      pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi;
c.       penyalur aspirasi masyarakat;
d.      pemberdayaan masyarakat;
e.      pemenuhan pelayanan sosial;
f.        partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g.       pemelihara dan  pelestari  norma, nilai,  dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. [10]
B. Perkembangan Organisasi Kemasyarakatan
Untuk memahami bagaimana hubungan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan hendaknya kita terlebih dahulu memahami proses lahirnya organisasi kemasyarakatan. Secara historis organisasi kemasyarakatan di Indonesia atau negara dunia ketika lainnya seringkali disebut sebagai organisasi kemasyarakatan selatan.
Secara karakter organisasi kemasyarakatan selatan lahir terlebih dahulu dibandingkan negara. sebagaimana di Indonesia organisasi kemasyarakatan seperti Syarikat Islam, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah lahir terlebih dahulu sebelum negara diproklamirkan. Kondisi itu menyebabkan terjadinya tumpang tindih garakan organisasi kemasyarakatan dengan organisasi politik.[11]
Ormas sebagaimana makna definisi yang diajukan oleh para ahli hendaknya adalah sebuah organisasi nirlaba, non politik, non partisan. Akan tetapi sejarah budi utomo yang pada mulanya merupakan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan kemudian merubah orientasi menjadi alat pergerakan, menunjukkan bahwa ormas di Indonesia berevolusi menjadi kekuatan politik.
Pada masa orde baru pemerintah melaksanakan kebijakan pemisahan antara organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik. Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya juga dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam kedua Undang-Undang tersebut ormas dan orpol memiliki bidang tugas dan bentuk yang dibedakan.
Setelah tumbangnya rezim otoriter orde baru, dilingkupi oleh semangat kebebasan yang tinggi peran dan fungsi ormas yang seyogyanya non politik tersebut kembali pudar, sehingga tumpang tindih antara politik dan ormas murni kembali terjadi hal tersebut dibuktikan dengan terlibatnya beberapa ormas baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pemilihan pimpinan politik.
Salah satunya terbukti dengan pernyataan dukungan GMBI kepada Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2014 kemarin. Begitu juga dengan mencalonkannya pimpinan organisasi kemasyarakatan dalam proses pemilihan umum.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Putra Widia Sukma dari Universitas Ganesha Singaraja pada Tahun 2013 menyebutkan bahwa organisasi kemasyarakatan telah menjadi alat bagi partai politik untuk menarik dukungan.
kondisi di Kabupaten Garut sesungguhnya setali tiga uang, fakta empirik menunjukkan bahwa banyak organisasi kemasyarakatan yang meskipun tidak berafiliasi dengan partai politik kan tetapi mereka memiliki kedekatan dengan partai politik. Pengamatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut menyebutkan bahwa kurang lebih 20 persen pimpinan ormas mengikuti pemilu legislatif 2014 kemarin.
Berpijak dari tinjauan historis dan teoritis di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa seyogyanya organisasi kemasyarakatan berperan secara nyata untuk :
a.       Menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b.      Memberdayakan anggota dan masyarakat;
c.       Memperkuat Persatuan dan Kesatuan
d.      Memelihara dan Melestarikan norma, nilai dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; serta
e.      Non politik
2.1. Gambaran Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut
Perkembangan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu sektor yang berkembang sangat pesat terutama dari sisi kuantitas. Dalam periode 2006 – 2015 angka nya telah mencapai 318 organisasi[12]. Data tersebut belum merangkum data organisasi kemasyarakatan lain yang belum mendaftarkan keberadaannya kepada pemerintah daerah.
Dalam persfektif sejarah, perkembangan organisasi kemasyarakatan di kabupaten Garut tidaklah terlepas dari cerita panjang kaum pergerakan di wilayah ini. Sudah semenjak jaman penjajahan dan kemerdekaan, Garut dikenal memiliki tokoh-tokoh yang sangat kritis terhadap pemerintah jaman itu seperti KH. Anwar Musaddad dan KH. Yusuf Taziri. Bahkan Garutpun dikenal sebagai basis perjuangan Krtosuwiryo untuk mendirikan negara Islam di Jawa Barat.
Dari aspek organisasional, peningkatan jumlah ormas di Kabupaten Garut tidaklah disertai dengan peningkatan kapasitas organisasi hal tersebut salah satunya ditandai dengan ketergantungan ormas terhadap anggaran bantuan dari pemerintah daerah.
Berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut organisasi sedikitnya 80 proposal permohonan bantuan masuk ke dinas ini setiap tahunnya. Angka tersebut belum termasuk organisasi yang menyampaikan permohonan kepada pemerintah daerah melalui dinas atau badan lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa dari sisi anggaran sebagian besar organisasi kemasyarakatan mengandalkan bantuan daerah untuk melaksanakan kegiatan ataupun melengkapi sarana pra sarananya.
Begitupun dari aspek sarana pra sarana, berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut, hampir 80 % organisasi kemasyarakatan tidak memiliki kesekretariatan.( 65% rumah anggota dan 15% sewa (kontrak).
Dari sisi sumber daya manusia, minimnya kegiatan pengembangan sumber daya manusia dialami oleh hampir 90% ormas yang ada di Kabupaten Garut. Hal tersebut ditunjukan oleh hasil verifikasi yang dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut, yang menunjukkan bahwa 90% ormas/LSM di Kabupaten Garut belum pernah melakukan pembinaan kader (kaderisasi) bagi para anggotanya.
Seluruh fakta tersebut memperkuat asumsi bahwa kapasitas organisasional ormas belumlah seberkembang kuantitasnya.


BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menyampaikan beberapa dasar hukum yang mendasari kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan pemberdayaan organisasi kemasayarakatan di Kabupaten Garut.
Selanjutnya atas dasar kewenangan tersebut, penulis menggambarkan berbagai bentuk fasilitasi dan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut untuk kemudian melakukan analisa terhadap berbagai kekuatan (sisi positif) dan kelemahan (sisi negatif) yang lahir, dampak dari kebijakan tersebut.
3.1.   Dasar Hukum Pengelolaan Organisasi Kemasayarakatan oleh Daerah
a.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Ketentuan yang melandasi pelaksanaan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan yang saat ini masih berlaku di Kabupaten Garut, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun ketentuan ini telah dirubah oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 akan tetapi berkenaan dengan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan masih menggunakan ketentuan lama itu.
Hal tersebut dikarenakan keberadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut masih merupakan perangkat daerah. Hal ini berbeda dengan ketentuan UU 23 yang mengamanantkan bahwa instansi yang memiliki kewenangan urusan pengembangan wawasan kebangsaan, penanganan konflik dan ketahanan nasional adalah merupakan instansi vertikal yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

b.     Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 September 2014, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Undang-undang ini membagi urusan pemerintahan ke dalam 3 bentuk yaitu :
1.       Urusan Pemerintahan Absolut (Urusan Pemerintah Pusat)
2.       Urusan Pemerintahan konkuren (Urusan Pemerintahan yang dibagi antara pemerintah dan pemerintah daerah)
3.       Urusan Pemerintahan Umum (Urusan presiden sebagai kepala pemerintahan)
Undang-undang ini merupakan ketentuan pengganti atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang terdahulu ini urusan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan merupakan termasuk ke dalam rumpun urusan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 urusan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan, belum jelas tergambar karena jika kita melihat ketentuan urusan kesatuan bangsa yang termasuk dalam rumpun pemerintahan umum (urusan presiden sebagai kepala pemerintahan) tidak tercantum kaitan dengan pemberdayaan ormas.
Jikapun dapat ditarik asumsi maka urusan pemberdayaan masyarakat ini masuk ke dalam urusan konkuren karena terdapat pasal yang berkaitan dengan ormas yaitu pasal 354 bab XIV tentang Partisipasi Masyarakat ayat 2 yang berbunyi :
2.       Dalam mendorong partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah:
a. menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat;
b. mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui dukungan pengembangan kapasitas masyarakat;
c. mengembangkan pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara efektif; dan/atau.
d. kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permasalahannya adalah jika Badan Kesatuan Bangsa dan Politik yang saat ini merupakan perangkat daerah, ditarik menjadi instansi vertikal atas dasar undang-undang 23 Tahun 2014, maka perangkat daerah manakah yang nanti akan melekat kewenangan pemberdayaan ormas?
c.     Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Undang-undang nomor 17 Tahun 2013 adalah undang-undang yang secara umum mengatur keberadaan organisasi kemasyarakatan, hubungannya dengan pemerintah maupun pemerintah daerah dan bagaimana organisasi kemasyarakatan melaksanakan tugas dan fungsinya.
Undang-Undang ini disahkan pada 22 Juli 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono, dalam perjalanannya Undang-Undang ini banyak dikritisi dan dilakukan judicial review, dan beberapa diantara pasal-pasalnya telah dibatalkan oleh mahkamah konstitusi.
Pemberdayaan ormas yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 adalah dalam bentuk
·         fasilitasi kebijakan;
·         penguatan kapasitas kelembagaan; dan
·         peningkatan kualitas sumber daya manusia.

d.        Keputusan Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Nomor 17 telah melalui beberapa kali judicial review di mahkamah konstitusi. Hasil dari keputusan MK mengabulkan dan membatalkan beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut beberapa pasal tersebut adalah Pasal 5, Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a.
Implikasi dari perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
·         Pemerintah Daerah tidak boleh mencampuri urusan internal organisasi;
·         Pemerintah tidak boleh membatasi ruang gerak ormas dengan menerapkan pendaftaran sesuai ruang lingkup atau pendataan bagi ormas
·         Ormas diberikan kebebasan untuk terdaftar atau tidak;
·         Pemerintah tidak boleh intervensi terhadap perkembangan suatu ormas. Hidup, berkembang dan matinya suatu ormas tidak perlu campur tangan pemerintah, biarkan berjalan dengan alami.[13]

e.        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Peraturan ini menjadi dasar pelaksanaan pendaftaran organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut dan seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Adapun pendaftaran itu sendiri adalah merupakan proses pendataan organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).


f.               Peraturan terkait lainnya
-          Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hibah dan Bansos yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012.
-          Peraturan Bupati Garut Nomor 587 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Hibah dan Bansos yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

3.2.        Kebijakan Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut
1.    Peningkatan Kapasitas Organisasi melalui pemenuhan Sarana Prasarana Organisasi
Salah satu kebijakan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pemberdayaan ormas adalah dengan memfasilitasi peningkatan sarana prasarana organisasi dalam bentuk hibah. Mekanisme dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah dengan berpedoman pada ketentuan pelaksanaan Hibah dari Pemerintah Daerah yaitu Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 dan Peraturan Bupati Nomor 587 Tahun 2011.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut sehingga mampu melaksanakan peran dan fungsinya.
Adapun mekanisme pemberian hibah dapat digambarkan sebagai berikut :
No
Tahapan
Waktu
Hasil
Instansi yang terlibat
1
Penerimaan Proposal
Januari-Maret
Data Proposal
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
2.
Verifikasi Organisasi yang layak mendapatkan Bantuan
Maret
Berita Acara Verifikasi dan Rekomendasi
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
3.
Penyampaian data Nomoinatif Penerima Hibah Kepada Ketua TAPD
April
Daftar Nominatif Penerima Hibah
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
4.
Pembahasan Oleh Ketua TAPD
Mei
Hasil Pembahasan TAPD
TAPD
5.
Penyampaian hasil evaluasi TAPD kepada Bupati
Juni
Daftar Nominatif Penerima Bantuan Hibah
Bupati
6.
Pembahasan dalam KUA PPAS
Juni
KUA-PPAS
Bupati dan DPRD
7.
Penerbitan SK Bupati
Januari Tahun berikutnya
SK Bupati
Bupati, DPPKA, Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kebijakan pelaksanaan peningkatan prasarana organisasi kemasyarakatan melalui hibah ini telah berjalan sejak Tahun 2012, adapun organisasi kemasyarakatan yang pernah difasilitasi selama kurun waktu dua tahun terakhir adalah :
No
Tahun Anggaran 2014
Tahun Anggaran 2015
1.
Korps Mahawaman Kab. Garut

Solidaritas Rakyat Peduli Nusantara (SORAK LINTAR)
2.
Lembaga Komite Team

Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS)
3
 Gerakan Peduli Kemanusiaan (GEPAK)

Lembaga Pengembangan dan  Pemberdayaan Sumberdaya Manusia
4
Forum Sosial Masyarakat Garut (Fosmaga)

Paguyuban KUJANG 1
5
Lembaga Pencinta Lingkungan Hidup  Indonesia (Metamorphosis)

Gerakan Masyarakat dan Santri Peduli Garuda (GEMASPEGA) NKRI
6
Gerakan Masyarakat Peduli Garut (GMPG)

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakar (LPKSM) MADANI
7
Solidaritas Anak Bangsa (SABA)

Sentra Komunikasi (SENKOM) MITRA POLRI
8
Front Pembela Islam (FPI)

Solidaritas Anak Bangsa (SABA)
9
Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin)

Angkatan Muda Siliwangi (AMS)
10
Wahana Kreasi Mandiri Indonesia (WKMI)

Sekoci Indoratu Korda Garut
11
Lembaga Masyarakat Mandiri;


Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
12
Kumpulan Jip Anak Garut (Kujang)

Forum Ikatan Janda Garut (FIJAG)
13
Gerakan Pemuda Partai Kebangkitan Rakyat (GARDA BANGSA)

Riksa Jatidiri Putra Intan (RIJAPI)
14
Laskar Indonesia Kab. Garut;


Sumber : Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Garut
Jumlah anggaran yang telah disalurkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut telah mencapai kurang lebih 1.000.000,- (satu milyar) terhitung sejak Tahun 2012.
2.         Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia organisasi kemasyarakatan menjadi perhatian lainnya dari upaya pemerintah daerah kabupaten garut dalam memberdayakan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut.
Bentuk bentuk kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia ini diantaranya :
a)      Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan;
Dilaksanakan sejak tahun 2013 dengan jumlah seluruh peserta sebanyak 500 orang (sejak 2012-2015). Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman anggota ormas tentang peraturan perundang-undangan organisasi kemasyarakatan.
b)      Sosialisasi Ketahanan Bangsa bagi Ormas;
Dilaksanakan sejak 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 700 orang (hingga saat ini). hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman anggota ormas tentang wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional.
c)       Pendidikan Bela Negara bagi Ormas/LSM
mulai dilaksanakan pada Tahun 2015, diikuti oleh 300 orang peserta dari 250 organisasi kemasyarakatan. Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya semangat bela negara serta solidaritas dan soliditas antar ormas.






BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut oleh pemerintah daerah memiliki landasan hukum yang cukup kuat yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana dirubah oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 serta permendagri Nomor 33 Tahun 2012. Selain itu bentuk kegiatan hibah kepada organisasi kemasyarakatan dilandasi oleh Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 32 Tahun 2011.
2. Kebijakan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan secara umum di Kabupaten Garut dilaksanakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut. Bentuk-bentuknya adalah melalui Bantuan Sarana Prasarana serta peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Ormas.
4.2. Saran
Berdasarkan seluruh penjelasan makalah, maka terdapat beberapa permasalahan yang teridentifikasi, permasalahan tersebut adalah :
1.       Belum adanya kejelasan tentang perangkat daerah yang akan menangani pemberdayaan ormas setelah berlakunya UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
2.       Belum terukurnya signifikansi pengaruh antara pemberdayaan ormas oleh pemerintah daerah terhadap  kinerja organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis menyarankan untuk dilakukan kajian terkait implikasi pelaksanaan UU 23 terhadap struktur perangkat daerah yang membidangi pemberdayaan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Garut. Selain itu perlu juga dikaji pengaruh kebijakan pemberdayaan ormas terhadap kinerja organisasi kemasyarakatan.






[1] Kementerian dalam negeri tahun 2010
[2] Data Organisasi Kemasyarakatan di Kabupaten Garut hingga 30 September 2015.
[3] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
[4] Huntington dalam Widiartati, hal 55. FH UI. 2010
[5] Baca NGOs a Tainted History, Firozi Manzi dan Carl O’Coil. New African. August-September 2005.
[6] “Non Govermental Organizations and Development” David Lewis dan Nazneen Kanji. Routledge. London-Newyork. 2009. Hal 37.
[7] “Non Govermental Organizations and Development” David Leweis dan Nazneen Kanji. Routledge. London-Newyork. 2009. Hal 11.

[8] Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 1 ayat 1.
[9] Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 4.
[10] Undang-Undang RI nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 6.
[11] Widiarti,Keberadaan Organisasi kemasyarakatan di Indonesia (2010;46)
[12] Data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut
[13] Sosialisasi hasil UU Ormas pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi. (Kementerian Dalam Negeri) 7 Oktober 2015.

No comments:

SEBUAH BUKU TENTANG PEGAWAI NEGERI

..

terpopuler

PNS

ABDI NEGARA

ABDI MASYARAKAT