Friday, December 13, 2013

2 Pelajaran dari Tragedi KRL Maut Bintaro

Senin 9 Desember 2013, sekali lagi sebuah tragedi menyayat hati terjadi di depan mata kita, sebuah kereta listrik (KRL) bertabrakan dengan sebuah Truk Tangki Penuh BBM solar di sebuah perlintasan kereta di Bintaro Jakarta Selatan. Tabrakan yang disertai ledakan besar tersebut merenggut korban 7 orang meninggal dan 80 orang lebih luka-luka.

Kejadian ini memang seperti sebuah de javu karena kurang lebih 26 Tahun yang lalu tepatnya 19 Oktober 1987 di tempat yang relatif sama terjadi pula sebuah kejadian tabrakan yang melibatkan dua kereta dari arah yang berbeda dan menewaskan 153 orang penumpang. 

Hal ini tentunya bukan sebuah rekayasa manusia terlebih lagi jika dikaitkan dengan campur tangan mahluk halus yang sering dikaitkan oleh orang-orang berfikiran terbelakang. Ini adalah bukti kelalaian manusia yang menyebabkan sebuah tragedi terulang kembali.

Ibarat pepatah "hanya keledai yang terjatuh di lubang yang sama dua kali", sebagai sebuah bangsa tak pernah kita belajar dari sebuah musibah yang terjadi di depan mata kita. Tragedi Bintaro I terjadi akibat kesalahan manusia begitu pula pada tragedi Bintaro Jilid II ini, keselahan yang sama dilakukan oleh manusia meskipun pihaknya yang berbeda.
Jika Tragedi Bintari I kesalahan dilakukan oleh Pihak PT. KAI maka Tragedi Bintaro II kesalahan dilakukan oleh sang sopir truk BBM maut yang nekat menerabas pintu perlintasan kereta yang sudah mulai menutup.

maka dari itu sudah seharusnya kita belajar dari tragedi Bintaro kedua ini. Sedikitnya ada dua pelajaran besar yang dapat kita ambil dari kejadian tragedi Bintaro jilid II ini :

pertama seperti saya jelaskan dalam buku saya "Menuju Pegawai Negeri Paripurna" bahwa manusia adalah mahluk yang merdeka. Artinya tidak ada yang mampu mengatur hidupnya selain dirinya sendiri dan tentunya Tuhan di sisi yang lain. Aturan hanyalah sebuah nilai yang membatasi kehidupannya, akan tetapi kebebasannya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berada di tangannya.

Inilah yang terjadi tatkala sang supir truk BBM menerobos palang pintu perlintasan kereta yang telah mulai turun. Sebagaimana kita maklumi bahwa menerobos palang pintu kereta api adalah sebuah tindakan pelanggaran hukum yang bersifat pidana dan diancam sanksi denda sebesar 750.000 dan kurungan paling lama 3 bulan penjara. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tapi toh aturan itu hanya sebatas nilai dan norma tak sedikitpun mempengaruhi keputusan Sang Supir BBM untuk menerabas palang pintu perlintasan itu.

Sehingga pelajaran yang dapat kita ambil dari kejadian tersebut adalah tentang perlunya sebuah kebijaksanaan dalam memanfaatkan kemerdekaan yang dimiliki oleh setiap manusia. Kebijaksanaan tersebut mencakup menganalisa berbagai konsekuensi yang mungkin akan datang pada setiap penggunaan kebebasan.

Kebebasan untuk menerabas dan tidak menerabas perlintasan kereta harus dipikirkan dengan matang. Apa yang akan mungkin terjadi setelahnya harus mampu kita prediksi secara cermat. Pihak-pihak lain yang mungkin akan kita rugikan dalam setiap keputusan harus kita pikirkan. dan tentunya sangsi atas pelangggaran aturan yang kita langgarpun harus kita perkirakan dengan matang.

Akhirnya meskipun bertentangan dengan kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia maka kebijaksanaan akan memberikan kita batasan yang bersifat internal, dari diri sendiri, dari hati kecil kita yakni sebuah dorongan nurani untuk sedikit merelakan kebebasannya tergadaikan oleh aturan.

Jadi pelajaran pertama yang dapat kita ambil dari Tragedi Bintaro Jilid dua adalah perlunya setiap kita meningkatkan kebijaksanaan kita dalam mentaati aturan yang telah berlaku. semoga kita semua dapat melakukannya.

Kedua, ada sebuah cerita tragis yang sangat heroik dalam kejadian Bintaro Jilid II ini yakni tentang upaya masinis dan 2 orang asistennya memperingatkan penumpang untuk menjauhi gerbong lokomotif sesaat sebelum tabrakan terjadi, akan tetapi tidak sedikitpun ketiganya berusaha meninggalkan kereta. Mereka malah terus berusaha mengendalikan kereta untuk meminimalisir dampak tabrakan, dan sudah dapat diprediksi ketiganya dijemput malaikat maut ditempat mereka menjalankan tugas dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara.

Hal tersebut saya kira merupakan sebuah tindakan yang amat mulia yang jika saja kaki saya dapat mengangkat seperti tangan saya, maka tangan dan kaki saya akan mengangkat untuk memberikan penghormatan tertinggi bagi ketiga orang yang mulia ini.

Sungguh jika saya dalam posisi mereka belum tentu saya dapat melakukan hal itu. Sebuah wujud dedikasi tertinggi bagi pekerjaan, rakyat, bangsa dan negara yang hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mulia. Semoga Tuhan menjadikan semua itu kebaikan yang akan menempatkan sahabat-sahabat saya ini di tempat yang mulia di sisinya.

Inilah pelajaran kedua dari tragedi ini, ditengah-tengah pegawai negara yang mementingkan "aku dan diriku" engkau menunjukkan bahwa kebersihan hati, dedikasi dan integritas terhadap pekerjaan dan tanggung jawab bukanlah sebuah simbol kemunafikan, bukan pula pepesan kosong dari seorang yang mencari simpati.

Tulisan ini saya dedikasikan bagi Anda Darman Prasetyo, Agus Suroto dan Sofyan Hadi Selamat Jalan Sahabat-sahabatku. Semoga kami dapat belajar dari pengabdianmu




No comments:

SEBUAH BUKU TENTANG PEGAWAI NEGERI

..

terpopuler

PNS

ABDI NEGARA

ABDI MASYARAKAT