Monday, November 18, 2013

REVITALISASI BADAN INFAQ DAN SODAQAH DALAM RANGKA MENGENTASKAN KEMISKINAN

PENDAHULUAN 

Kemiskinan adalah salah satu persoalan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia. Berdasarkan data yang ada pada Badan Pusat Statistik, Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 28.000.000 KK atau sekitar 11,6 persen dari keseluruhan warga negara Indonesia. Jumlah tersebut merupakan sebuah jumlah tinggi karena jumlah tersebut hampir sama dengan total jumlah penduduk Negara Malaysia.
Kenyataan tersebut tentunya sangat memprihatinkan kita.  Kekayaan alam yang berlimpah ternyata tidak mampu kita kelola dengan baik sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 belum tercapai hingga saat ini.
Kemiskinan sendiri jika kita lihat dari jenisnya maka terdapat dua jenis kemiskinan yakni kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan Absolut adalah suatu jenis kemiskinan yang ditunjukkan dengan minimnya pendapatan sehingga tidak terpenuhiya kebutuhan minimal masyarakat. Sementara itu Kemiskinan reltif adalah suatu tingkat kemiskinan dalam hubungannya dengan suatu rasio Garis Kemiskinan Absolut atau proporsi distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang timpang (tidak merata) (ADB, 1999: 26).
Indonesia sebagai negara berkembang nyatanya menghadapi persoalan yang cukup berat dalam upaya mengantaskan kemiskinan di wilayahnya. Kemiskinan absolut terjadi di Indonesia karena kurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Inflasi yang mencapai 6%  serta merta meningkatkan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Di sisi lain kemiskinan relatifpun tumbuh subur disebabkan kebijakan ekonomi dan investasi yang belum mampu memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya. Sentralisasi kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan meningkatkan marjinalisasi antara kota dan desa. Secara perlahan tetapi pasti perkembangan konglomerasi di satu sisi menyebabkan usaha kecil dan informal tersingkir di sisi lain.
Kondisi ini jika tidak segera diatasi maka bangsa ini mungkin akan baik-baik saja di permukaan tetapi di dalam, karena gap antara miskin dan kaya semakin lebar, dan antara kota dan desa semakin jauh di sisi kesejahteraannya maka ancaman konflik vertikal dan horizontal semakin tinggi.
Ada banyak alternatif penyelesaian permasalahan tersebut salah satu diantaranya adalah melalui revitalisasi dan optimalisasi peran Badan Amil Zakat Infaq dan Sodaqoh. Sudah sejak lama peran zakat dan sodaqoh dipandang dapat menyelsaikan permasalahan kemiskinan pandangan tersebut diantaranya dikemukakan oleh :
  1. Abu Zahrah (2005) mengatakan bahwa zakat, sejak semula, diwajibkan untuk mengatasi kemsikinan.
  2. Menurut Mannan (1992) zakat sangat tepat dalam memperbaiki pola konsumsi, produksi (kemiskinan absolut) dan distribusi (kemiskinan relatif) dalam rangka mensejahterakan umat;
  3. Peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan adalah peran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya, baik dalam kehidupan muslim atau kehidupan lainnya. Khalayak umum hanya mengetahui bahwasanya tujuan dari zakat adalah mengentaskan kemiskinan dan juga membantu para fakir miskin, tanpa mengetahui gambarannya secara gamblang (Yusuf Qaradhawi,2005:29);
  4. Zakat merupakan dana potensial yang dapat diberdayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Optimalisasi dana potensial tersebut diperlukan sistem pengelolaan yang transparan yaitu dengan penuh amanah dan secara professional. (A. Rahman Rosyadi dan M. Rais Ahmad, 2006:117).
Berdasarkan pendapat para Ahli tersebut maka jelas bahwa peranan Zakat dalam mengentaskan kemiskinan sangatlah potensial. Terutama jika kita kaitkan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Faktanya pemanfaatan potensi zakat, infaq dan sodaqoh yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah melalui Badan Amil Zakat Nasional belum optimal hal ini bisa kita lihat dari besaran zakat yang telah terkumpul pada Baznas.
Berdasarkan data yang dikutip dari Situs resmi Badan Amil Zakat Nasional, realisasi pendapatan zakat Tahun 2011 hanya mencapai........ dari potensi sebesar........., hal ini tentunya merupakan bukti bahwa zakat, infaq maupun sodaqoh belum secara optimal dimanfaatkan sebagai sumber pembangunan bangsa.



PERMASALAHAN 

Belum optimalnya penghimpunan potensi zakat yang saya sebutkan diatas disebabkan oleh beberapa hal, diantara banyak sebab tersebut maka dapat dikerucutkan kepada empat permasalahan utama yakni :
1.      Regulasi perzakatan yang masih tarik ulur. Setelah pertama di atur dengan UU Nomor 38 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU Nomor 23 Tahun 2011. Tarik ulur dimaksud terjadi karena adanya proses gugatan oleh beberapa LAZ kepada Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan beberapa pasal yang terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2011, selain itu belum adanya aturan operasional dalam bentuk peraturan pemerintah menyebabkan kebingungan tersebut semakin meningkat;
2.      Lemahnya sistem kelembagaan pengelola zakat, rendahnya sumber daya manusia dan manajemen menyebabkan pengelolaan zakat belum berjalan secara optimal.

3.      Masih lemahnya pemahaman masyarakat berkenaan dengan zakat terutama zakat mal. Masyarakat muslim Indonesia belum terbiasa dengan pelaksanaan zakat selain zakat fitrah, sehingga potensi zakat mal yang cukup besar belum secara optimal tereksplorasi.
4.      Persepsi dan kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap lembaga-lembaga penyalur zakat, sehingga menyebabkan masyarakat lebih banyak menyalurkan zakatnya secara pribadi.

PEMBAHASAN 

Sebagaimana disampaikan sebelumnya maka potensi zakat, infaq dan sodaqoh dalam rangka mengentaskan permasalahan kemiskinan bangsa yang akut sangatlah besar. Akan tetapi belum optimalnya pengelolaan menyebabkan potensi tersebut belum mampu digali dengan maksimal sehingga peranan zakat dalam rangka pengentasan kemiskinan belum terasa atau bahkan jikapun terasa perannnya masih sangat kecil.
Untuk meningkatkan peran zakat, infaq dan sodaqoh dalam pengentasan kemiskinan maka perlu dilakukan optimalisasi dalam pengelolaan zakat, infaq dan sodaqoh itu sendiri. Permasalahan pengelolaan zakat yang dilakukan selama ini adalah meliputi empat permasalahan utama. Yakni pertama tarik ulur atau belum bakunya regulasi tentang pengelolaan zakat, kedua lemahnya sistem kelembagaan pengelola zakat, ketiga rendahnya pemahaman masyarakat tentang konsep zakat, infaq dan sodaqoh keempat rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat.
Oleh karena itu untuk meningkatkan pengelolaan zakat sehingga mampu meningkatkan perannya dalam upaya pengentasan kemiskinan,  perlu dilakukan intervensi terhadap keempat permasalahan utama tersebut. Maka dari itu analisis penulis terhadap permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


Berkenaan dengan tarik ulur regulasi tentunya dalam hal ini peranan besar berada di tangan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui saat ini telah tersebar berbagai lembaga amil zakat (LAZ)  yang berdiri atas inisiatif masyarakat, seluruh lembaga tersebut tentunya tidak dapat kita bubarkan begitu saja. Regulasi bagaimanapun juga harus mampu menciptakan kondisi dimana seluruh kepentingan dan kondisi positif yang terjadi terakomodir secara adil. Adanya gugatan terhadap UU ini yang dilakukan oleh beberapa LAZ yang telah ada menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sebagian materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. 
Belum adanya peraturan pemerintah sebagai aturan operasional dari UU nomor 23 Tahun 2011 dirasakan menambah kegamangan regulasi pengelolaan  zakat yang telah ada. Oleh karena itu sudah seyogyanya pemerintah segera membentuk Peraturan Pemerintah sebagai aturan operasional dari undang-undang yang telah ada. 
Selain itu tentunya dalam peraturan pemerintah tersebut perlu ada ketentuan kaitan hubungan antara UPZ bentukan Baznas yang tersebar di setiap wilayah kecamatan dan kelurahan dengan unsur pimpinan wilayah setempat dalam hal ini Camat dan Lurah. Hal ini dikarenakan poisisi Camat dan Lurah yang terbukti merupakan ujung tombak urusan pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan mengoptimalkan peranan camat dan  lurah maka sosialisasi dan penggalangan zakat akan berjalan lebih optimal. 
  
   Berkenaan dengan sistem kelembagaan yang lemah maka terdapat dua sebab kenapa sistem kelembagaan ini menjadi permasalahan dalam rangka optimalisasi peran Zakat, Infaq dan Sodaqoh untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (umat), yakni karena pertama aturan atau regulasi yang belum sempurna. Sebagaimana disinggung di atas bahwa belum adanya Peraturan pemerintah sebagai operational rule menyebabkan sistem kelembagaan dalam pengelolaan zakat belum tertata secara tertib.
Misalkan kaitan dengan UPZ apakah tugas UPZ dan hubungannya dengan pemerintah setempat belum dijelaskan secara detail sehingga praktek di lapangan, UPZ di tingkat wilayah baik kecamatan maupun kelurahan hanya bergerak setahun sekali. Biasanya menjelang Hari Raya Idul Fitri saja.
Lemahnya sistem kelembagaan juga disebabkan oleh kurangnya pembinaan baik dari pemerintah, pemerintah daerah maupun oleh Baznas sendiri terutama kepada UPZ di tingkat kecamatan maupun kelurahan.
Menyikapi hal tersebut maka seyogyanya aturan atau regulasi berkenaan dengan pengelolaan Zakat ini memerlukan perbaikan dan penataan secara menyeluruh. Selain itu upaya pembinaan dan pengarahan oleh instansi terkait seyogyanya dilakukan secara periodik dan sistematis. Diperlukan upaya sungguh-sungguh dari seluruh stake holder untuk membenahi sistem kelembagaan ini, sehingga kelembagaan pengelola zakat dapat kuat.
     
          Rendahnya pemahaman masyarakat berkenaan dengan konsep Zakat, Infaq dan sodaqoh, ditengarai disebabkan oleh minimnya sosialisasi atau kampanye berkenaan dengan hal ini. Oleh karena itu jika pemerintah bersungguh-sungguh ingin mengoptimalkan peranan zakat dalam pengentasan kemiskinan maka perlu langkah strategis dan komprehensif dengan mengerahkan seluruh stake holder sehingga masyarakat dapat faham betul tentang konsep dan kewajiban zakat ini.
Peranan pemerintah harus dimulai dari political will yang sungguh sungguh kemudian didukung dengan perangkat aturan yang kuat dari pusat hingga daerah dan merangkul berbagai kalangan diantaranya para ulama dan tokoh masyarakat.
4.       
      Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelola zakat disebabkan karena adanya budaya pemberian zakat secara langsung serta belum terdapatnya mekanisme pertangungjawaban yang baku dan diketahui secara umum oleh masyarakat.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kepercayaan ini perlu dilakukan sosialisasi pentingnya zakat bagi pengentasan permasalahan bangsa terutama kemiskinan, masyarakat perlu diarahkan kepada pengelolaan zakat secara produktif bukan dengan pemberian langsung yang nota bene hanya memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat semata.
Selain itu pembangunan sarana prasarana informasi serta mekanisme pertanggungjawaban pengelolaan zakat yang transparan dan akuntabel serta dapat diakses dengan mudah mutlak dibutuhkan sehingga muzakki dan calon muzakki merasa yakin bahwa zakat, infaq dan sodaqoh yang akan disalurkan diterima oleh mustahik, dan memberikan dampak yang nyata terhadap pengentasn kemiskinan di wilayahnya.
Berkenaan dengan hal terbut penempatan peranan unsur  wilayah dalam hal ini kecamatan dan kelurahan sebagai sumber informasi pengelolaan zakat merupakan sebuah langkah yang efektif untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan zakat.


KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:
  1. Pengelolaan zakat di Indonesia saat ini belum optimal yakni baru mencapai 0,8 persen dari seluruh potensi zakat yang berada di negeri ini. Hal tersebut disebabkan oleh pelbagai macam permasalahan diantaranya, pertama tarik ulur atau belum bakunya regulasi tentang pengelolaan zakat, kedua lemahnya sistem kelembagaan pengelola zakat, ketiga rendahnya pemahaman masyarakat tentang konsep zakat, infaq dan sodaqoh keempat rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat.
  2. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah menyempurnakan regulasi berkaitan dengan pengelolaan zakat, menyusun konsep pengelolaan secara terpadu dengan mengikutsertakan seluruh stake holder baik ulama, tokoh masyarakat dan pimpinan di tingkat wilayah seperti Camat dan Lurah. Selain itu perlu dilakukan juga sosialisasi, pembangunan sarana pra sarana informasi dan mekanisme baku yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Penyebaran-penyebaran informasi tersebut tidak salah jika memanfaatkan unsur pemerintahan hingga tingkat desa maupun RT dan RW.
  3. Yang paling penting dari seluruh upaya di atas adalah adanya political will dari pemerintah untuk mengelola dan meningkatkan peran zakat, infaq dan sodaqoh sebagai ujung tombak pengentasan kemiskinan.
  4. Last but not least perlu juga dipikirkan mekanisme pengelolaan langsung oleh UPZ terutama di tingkat kecamatan dan kelurahan Jika selama ini UPZ hanya diperankan sebagai pengumpul semata maka jika memungkinkan perlu diatur supaya UPZ ini mampu mengelola secara penuh zakat yang dikumpulkan di wilayahnya. hal ini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan zakat karena secara cepat tanggap mereka mampu menangani permasalahan kemiskinan di wilayahnya dengan menggunakan dana zakat, infaq dan sodaqoh yang dikelolanya. Untuk mewujudkan hal tersebut selain harus jelasnya perangkat aturan perlu juga dilaksanakan pembinaan dan peningkatan kapasitas di tingkat UPZ.
  5. Very-very last but not least keterpaduan antara pemerintah dan pengelola zakat sangat dibutuhkan. Program-program pembangunan di tingkat daerah perlu dipadu-padankan dengan program pengelolaan zakat, sehingga kedudukan zakat infaq dan sodaqoh dengan APBN/APBD akan saling melengkapi dalam rangka upaya pemerintah menigkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan.
Wallahualam bissawaf
Penulis seorang Abdi Allah, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat semoga saja.

No comments:

SEBUAH BUKU TENTANG PEGAWAI NEGERI

..

terpopuler

PNS

ABDI NEGARA

ABDI MASYARAKAT